Ia ada di sekitar kita. Membuat sarang di tajuk-tajuk pepohonan, bertengger di kabel listrik, terbang membawa rerumput kering, melintasi pesawahan, memakan bulir-bulir padi, hingga kerap membuat kesal para petani. Karena begitu dekat dengan kehidupan manusia, ia memiliki banyak nama sebutan: pipit, pi’it, emprit, mengikuti ocehan cericitnya jika sedang berhimpun dalam satu pohon rimbun. Bondol jawa ada dimana-mana.
Jenis burung ini sangat umum ditemukan di Indonesia bagian barat, tersebar sepanjang daratan Jawa, Sumatera bagian selatan, Bali, hingga Lombok, dan diintroduksi di Singapura. Sama seperti jenis bondol yang lain, bondol jawa biasa mengunjungi semua jenis lahan pertanian dan lahan berumput alami. Ketika para petani menyambut musim panen, populasi bondol jawa yang besar membentuk kelompok-kelompok kecil, mengintai dari rimbunan pohon, bersiap menyergap malai padi yang mulai menguning.
Baca juga: Perkici Buru, Antara Ada dan Tiada
Saking gesit gerakannya dan begitu lahap memakan bulir-bulir padi, para petani harus memasang berbagai penghalau, mulai dari memedi manuk (istilah orang-orangan sawah dalam bahasa Jawa) hingga bentangan tali berplastik untuk membubarkan kawanan bondol dan jenis burung pemakan biji-bijian lainnya. Tapi bukan hanya padi yang mereka incar. Jenis ini juga mencari makan di atas tanah dan memetik biji dari bulir-bulir rumput.
Karena dianggap sebagai hama, bondol jawa—dan jenis bondol lain seperti bondol peking dan bondol haji—kerap ditangkap dalam jumlah besar ketika berkumpul dalam kelompok saat musim panen. Tak sedikit bondol yang kemudian “didandani” dengan beraneka warna dan menyita perhatian anak-anak yang tak sengaja melewati pedagang burung di pasar. Hanya cukup merogoh uang sekira Rp5000, satu ekor bondol dapat menjadi kawan bermain anak yang menyenangkan.
Baca juga: Kakatua Tanimbar: Diburu dan Dianggap Hama
Namun, di balik kesenangan dan keuntungan yang didapatkan pelaku perdagangan burung, ancaman pun mengintai populasi besar sang bondol jawa. Karena memiliki kebiasaan berhimpun dalam kelompok besar di pohon-pohon bertajuk rindang saat musim panen, burung ini menjadi sasaran empuk para pemburu karena sekali jerat dapat menangkap banyak individu. Selepas masuk pasar, burung ini menjadi komoditas yang laris bak cendawan di musim hujan.
Selain itu, populasi bondol jawa pun tedesak oleh hilangnya area hijau, khususnya di wilayah perkotaan yang jauh dari daerah persawahan. Meski dikenal sebagai jenis yang memiliki kemampuan adaptasi yang baik, hilangnya area hijau justru mengurangi sumber pakan yang berasal dari pohon penghasil buah atau biji-bijian.
Baca juga: Sempidan-merah Kalimantan: Pegar Menawan dari Rimba Borneo
Badan Konservasi Dunia (IUCN) menilai populasi bondol jawa masih terbilang stabil, namun jika praktik penangkapan, perdagangan, berkurangnya area hijau di perkotaan, dan konflik berkepanjangan dengan manusia terus terjadi, bukan tak mungkin ancaman kepunahan mengintai burung pekerja keras ini dari jarak begitu dekat. (MEI)
Unduh wallpaper burung edisi Mei 2018: bondol jawa
***
Penting untuk diketahui: Dari sekitar 10,000 jenis burung yang ada di dunia, Indonesia merupakan rumah bagi 1,769 jenis burung liar. Mengetahui beragam jenis burung beserta jasa lingkungannya merupakan salah satu cara menghargai kekayaan keanekaragaman hayati di Indonesia.