Musim berbiak burung umumnya berlangsung saat sumber pakan sedang melimpah, sehingga buah cinta mereka dijamin tak kekurangan makanan. Oleh karena musim kelimpahan pakan yang berbeda untuk tiap-tiap belahan bumi, musim bercinta di masing-masing daerah juga berlainan. Perilaku berbiak burung sendiri telah berlangsung beberapa minggu—bahkan berbulan-bulan sebelum kelimpahan pakan mencapai puncaknya. Ibaratnya, mereka melakukan pemanasan dan pengenalan satu sama lain terlebih dulu sebelum semua faktor pendukungnya siap.
Dalam bercinta pun, burung memiliki model percintaan setia atau tak setia, layaknya manusia menganut monogami atau poligami. Tentu saja, bagi burung ini tak ada urusan dengan undang-undang perkawinan, nama baik atau citra diri, dan keyakinan yang dianut, melainkan murni tuntutan naluri mereka.
Monogami
Lebih dari 90 persen spesies burung yang ada di dunia bersifat monogami dan membentuk hubungan yang relatif stabil untuk berbiak, atau dengan kata lain setia pada pasangannya. Burung penganut paham monogami ini pun ada dua macam. Jenis pertama adalah monogami murni, yakni dari tahun ke tahun, pasangan berbiaknya selalu sama. Monogami macam ini biasanya terjadi jika awal percintaan berjalan mulus tanpa masalah. Contoh burung setia dengan tingkat “perceraian” rendah macam ini adalah elang. Adapun jenis yang kedua adalah monogami “semu”, yang hanya setia sepanjang satu musim berbiak. Artinya, setelah percintaan tahun ini, mereka akan mencari pasangan baru pada musim bercinta berikutnya.
Poligami
Sistem poligami pada burung sangat jarang terjadi karena dibutuhkan usaha yang lebih dalam menyediakan makanan dan harus melibatkan burung jantan dan betina. Uniknya, kemungkinan besar poligami justru terjadi pada speies burung yang betinanya relatif mandiri—atau jika tempat tinggal pasangan burung itu kaya akan sumber pakan seperti di rawa-rawa. Maksudnya, jika burung betina dapat memperoleh pakan sendiri dengan mudah serta membesarkan anaknya tanpa bantuan burung jantan, maka sang jantan kemungkinan akan berpoligami karena pasangannya dapat ditinggal-tinggal. Contohnya adalah burung sempidan merah (Lophura erythrophthalma).
Poligini
Satu lagi sistem atau pola perkawinan pada burung yang dikenal di jagad perburungan, yakni poligini. Pada sistem ini, burung jantan memiliki lebih dari satu pasangan dan tetap mempertahankan hubungannya dengan semua pasangannya. Pada kasus ini burung jantan mempertahankan teritori yang luas, dan kualitas teritori tersebut mempengaruhi jumlah betina yang tertarik kepadanya. Sistem perkawinan ini umumnya terjadi pada burung yang hidup di habitat heterogen seperti padang rumput atau rawa, di mana ada perbedaan yang besar pada tingkat produktivitas dengan daerah sekelilingnya.
Jika burung jantan mempertahankan teritori yang kecil, maka burung betinanya yang akan berkeliling untuk kawin. Namun tak jarang burung jantan berkelompok sangat dekat, membentuk daerah yang dikenal dengan nama “leks” atau arena (seperti pada burung cendrawasih).
Poliandri
Salah satu sistem perkawinan yang dikenal, tapi jarang terjadi adalah poliandri. Pada pola ini, burung betinalah yang kawin dengan banyak burung jantan. Betina lincah ini justru meninggalkan burung jantan untuk menjaga telur dan membesarkan anak. Jadi, setelah bertelur, burung betina cerdik ini langsung meninggalkan burung jantan dengan tanpa ada ikatan apapun lagi di antara mereka. Meski jarang, ini benar-benar dilakukan burung-burung kasuari, burung puyuh, burung sepatu, dan burung berkik.
Tetapi masih ada pula sistem simultan poliandri, di mana burung betina memiliki teritori yang di dalamnya terdapat beberapa burung jantan dengan daerah teritorinya sendiri. Contohnya pada burung-sepatu utara atau Northern Jacana (Jacana spinosa) yang ada di Benua Amerika.
Populasi dan Strategi Berbiak
Bicara soal percintaan dan perbiakan burung, berarti bicara pula tentang populasi burung karena pada dasarnya burung berbiak untuk meneruskan keturunan dan memperbesar populasi mereka. Asal tahu saja, jumlah burung dipengaruhi oleh banyak faktor yang menentukan stabilitas populasi mereka. Faktor utama yang mempengaruhinya adalah jumlah pakan yang tersedia dari waktu ke waktu, ketersediaan tempat untuk bersarang atau berteduh, serta penyakit.
Akan tetapi, kebanyakan burung lain, terutama yang berukuran sedang sampai besar, burung air, dan burung pemangsa, baru dapat berbiak setelah mencapai usia lebih dari lima tahun (pada albatros bahkan sampai usia 10 tahun). Pada spesies Larus californicus yang hidup di Amerika Utara, burung yang berusia tiga sampai lima tahun memiliki tingkat keberhasilan membesarkan anak sebesar 0,76 anak per tahun, usia tujuh sampai sembilan tahun sekitar 0,8 anak per tahun, dan pada usia 12-18 tahun sekitar 1,5 anak per tahun.
Strategi berbiak juga dilakukan dengan menjaga jumlah telur yang dihasilkan. Ini dimaksudkan untuk menjamin tingkat keberhasilan reproduksi, dikaitkan dengan kemampuan induk untuk menyediakan pakan. Ada juga jenis burung yang jumlah telurnya tidak tergantung pada kemampuan orang tuanya mencari pakan, melainkan tergantung pada jumlah makanan atau lemak.