Kompleks hutan Popayato-Paguat di Provinsi Gorontalo merupakan kawasan hutan alam produksi dan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang terletak di Kabupaten Pohuwato dan Boalemo. Kawasan ini dianggap penting bagi keragaman hayati, meskipun produktivitasnya sudah berkurang.
Pada 2009, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pernah melakukan survei di dalam kawasan hutan tersebut dan menemukan bahwa kawasan ini menjadi habitat bagi beberapa jenis flora dan fauna penting.
Kompleks hutan Popayato-Paguat memiliki fungsi penting sebagai penghubung dua kawasan hutan konservasi dan sembilan blok hutan lindung dengan luas total 256.000 hektar. Komplek hutan ini juga memiliki fungsi sebagai sumber air bersih bagi Kabupaten Pohuwato dan Boalemo karena kawasan hutan tersebut menjadi hulu tiga sungai besar di Daerah Aliran Sungai (DAS) Randangan dan DAS Paguyaman.
Mengingat pentingnya kawasan hutan ini, Burung Indonesia dalam upaya memperkuat konektivitas hutan alam Gorontalo, melakukan kegiatan survei baseline data geofisika dan keragaman hayati di komplek hutan Popayato-Paguat. Survei yang dilakukan pada April hingga pertengahan Desember 2014 tersebut bertujuan untuk melihat kondisi tutupan hutan, interaksi masyarakat, aksesibilitas dalam kawasan hutan, serta menginventarisasi keragaman hayati di komplek Popayato-Paguat.
Kegiatan ini didukung oleh pemerintah daerah melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Kesatuan Pengeloaan Hutan (KPH) Model IV Pohuwato serta KPH Model V Boalemo. Informasi hasil survei ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan untuk pengelolaan kawasan hutan Popayato-Paguat.
Dari hasil survei ini Burung Indonesia memperoleh data terkini kondisi hutan maupun ancamannya. Untuk keragaman hayati, hasil survei ini menambah catatan jumlah jenis burung di kompleks hutan Popayato-Paguat menjadi 157 jenis burung termasuk di antaranya 67 jenis burung endemis dan 7 jenis burung sebaran terbatas. Tim juga berhasil menemukan beberapa jenis mamalia yang dilindungi seperti babi rusa (Babyrousa babyrousa) dan anoa (Bubalus spp.).
Selanjutnya, Burung Indonesia mencoba mengembangkan pola pengelolan kawasan hutan tersebut dengan konsep pengelolaan bentang alam berkelanjutan dan restorasi ekosistem (RE). Konsep ini diharapkan dapat melestarikan keragaman hayati yang ada sekaligus berkontribusi terhadap pembangunan masyarakat yang berkelanjutan. (Fajar Kaprawi)