Restorasi Ekosistem di Hutan Alam Produksi
Restorasi ekosistem adalah suatu upaya mengembalikan kondisi hutan dengan tujuan memperoleh kembali keanekaragaman hayati, struktur, dan lainnya di hutan produksi. Untuk mengatur pola pengelolaan kawasan hutan produksi melalui restorasi ekosistem, Departemen Kehutanan telah menerbitkan Permenhut No: SK.159/Menhut-II/2004 tentang Restorasi Ekosistem di kawasan Hutan Produksi yang kemudian dirubah dengan Permenhut Nomor: P.61/Menhut-II/2008.
Terobosan baru ini memungkinkan dilakukannya upaya restorasi hutan dalam kawasan hutan produksi. Pertama kali dalam sejarah kehutanan Indonesia, ada kebijakan yang memungkinkan hutan produksi tidak ditebang dalam jangka waktu tertentu. Melalui restorasi ekosistem, hutan alam produksi diharapkan akan berfungsi kembali sebagai penyeimbang ekosistem, baik biotik maupun abiotik.
Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Permenhut No. 61/Menhut-II/2008, yang menyebutkan bahwa IUPHHK-RE diberikan untuk membangun kawasan dalam hutan alam pada hutan produksi yang memiliki ekosistem penting sehingga dapat dipertahankan fungsi dan keterwakilannya melalui kegiatan pemeliharaan, perlindungan dan pemulihan ekosistem hutan termasuk penanaman, pengayaan, penjarangan, penangkaran satwa, pelepasliaran flora dan fauna untuk mengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) serta unsur non hayati (tanah, iklim dan topografi) pada suatu kawasan kepada jenis yang asli, sehingga tercapai keseimbangan hayati dan ekosistemnya.
Salah satu hal yang menginspirasi Burung Indonesia melakukan upaya pelestarian ekosistem hutan alam produksi adalah sebuah studi di tahun 2000 yang menyatakan bahwa hutan dataran rendah Sumatera yang kaya akan keanekaragaman hayati akan segera habis jika tidak ada tindakan penyelamatan. Kondisi ini mendorong Burung Indonesia bersama kemitraan global BirdLife International melakukan inisiatif pemulihan hutan dataran rendah Sumatera di Jambi dan Sumatera Selatan yang kemudian dikenal dengan nama Hutan Harapan.
Inisiatif yang dimulai sejak tahun 2000 dan mendapatkan IUPHHK RE pada 2007 ini merupakan yang pertama di Indonesia. Atas inisiasi dan upaya ini tiga tokoh Burung Indonesia menerima penghargaan Kenton Miller Award pada IUCN World Park Congress 2014 di Sydney, Australia. Selain di Sumatera, Burung Indonesia juga melakukan upaya serupa di Provinsi Gorontalo sejak 2008.