Skip to content Skip to footer

Tanam Kayu Lokal untuk Burung dan Masa Depan

Sebanyak 93 siswa-siswi Sekolah Dasar Inpres Wae Moto, Desa Compang Liang Ndara, Mbeliling, Manggarai Barat, terjun langsung dalam penanaman 450 anak pohon di kebun sekolah seluas satu hektar. Acara yang digelar oleh Burung Indonesia dalam rangka hari jadinya ke-12 sekaligus untuk Merayakan Keragaman Burung di Indonesia itu diikuti siswa-siswi SDI Wae Moto dengan antusias.

Tiburtius Hani, Team Leader Burung Indonesia Program Mbeliling, menjelaskan bahwa konservasi lingkungan merupakan tugas yang sangat besar. “Karena itu, kegiatan pelestarian alam perlu dilakukan bersama-sama seluruh elemen masyarakat, termasuk anak-anak,” ujarnya. Anak-anak perlu dibiasakan untuk terlibat dalam kegiatan pelestarian, karena mereka adalah generasi penerus yang akan menjaga serta merasakan dampak dari lingkungan yang ada di masa depan.

Menurut Community Participation Officer Burung Indonesia, Lodovikus Anjut, lokasi penanaman di kebun SDI Wae Moto tersebut diharapkan dapat menjadi lokasi contoh pengembangan arboretum di Manggarai Barat. Karena itu, penanaman bibit pohon dilakukan dengan menggunakan sistim jalur, di mana setiap jalur ditanami satu jenis pohon. Penggunaan sistim jalur ini juga mempermudah pihak sekolah dalam merawat bibit yang sudah ditanam.

Bibit pohon yang ditanam dalam kegiatan ini mencakup jenis-jenis kayu lokal yang dahulu kerap dimanfaatkan masyarakat Manggarai, misalnya untuk membangun rumah, bahan baku obat tradisional maupun penghijauan. Keberadaan pohon juga penting sebagai habitat burung. Maklum, Desa Compang Liang Ndara merupakan bagian dari bentang alam Mbeliling yang terkenal kaya akan keragaman jenis burung.

Jenis-jenis bibit yang ditanam tersebut yaitu ngancar (Planchonia valida), tilu tuna (Podocarpus blumei), nara (Pterocarpus indicus), kodal (Stemonorus celebcus), mondo (Garuga floribunda), lui (Fraxinus griffithii), wol (Sterculia foetida), worok (Dysoxylum sp.), kawak (Anthocephalus chinensis ), nito (Elaeocarpus Sphaericus), sa’u (Dracontomelon edule). Selain itu ada juga jenis kayu non-lokal seperti nangka dan mahoni.

Untuk pemeliharaan, sekolah telah membagi anak-anak kelas 1—6 dalam kelompok-kelompok pemeliharaan bibit. Rencananya setiap pelajaran muatan lokal konservasi, semua siswa di kelas itu diwajibkan untuk melakukan pemantauan langsung ke kebun. Selain merawat, mereka juga akan melihat perkembanganan bibit pohon yang telah mereka tanam.

 

Selesai kegiatan penanaman, acara diramaikan dengan lomba mewarnai gambar salah satu burung khas yang ada di Flores, elang flores (Nisaetus floris). Lomba ini diikuti 12 peserta yang mewakili kelas IV, V, dan VI. Kegiatan ini dilakukan untuk menguji imajinasi sekaligus pengetahuan anak-anak tentang salah satu jenis burung endemik Flores yang langka dan terancam punah.

Uniknya, para peserta diwajibkan mengenakan atribut adat Manggarai berupa kain songke serta sapu (penutup kepala) bagi peserta laki-laki. Rangkaian peringatan ulang tahun Burung Indonesia ke-12 ini pun semakin semarak dengan penampilan siswa-siswi kelas V dan VI dalam tarian tradisional Manggarai Barat, rangkuk alu. (Marianus Samsung)

en_US