Sebagian orang menganggap burung ini adalah kerabat gagak. Sebagian yang lain menduga ia kerabat burung jagal atau bahkan mengelompokkannya dalam suku tersendiri. Itulah Tiong-batu kalimantan Pityriasis gymnocephala.
Burung endemis Kalimantan ini memiliki ciri paruh besar berkait, kepala botak dengan kulit kuning dan merah menyala serta tompel hitam di pipi. Tiong-batu kalimantan umumnya dijumpai di hutan rawa, gambut, kerangas, dan hutan dataran rendah di Kalimantan. Meskipun demikian, di Sabah, Malaysia burung ini juga tercatat di ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut.
Burung yang memiliki suara khas ini biasa terlihat hidup berkelompok yang terdiri dari 3—10 individu. Tiong-batu kalimantan juga kerap terlihat dalam mixed-flock (rombongan yang terdari dari berbagai jenis burung) dan sering terlihat sebagai “pemimpin rombongan”.
Namun, burung pemalu ini lebih sering terdengar daripada terlihat. Penampakannya juga tidak teratur. “Mungkin burung ini datang di satu tempat secara musiman atau pengembara lokal,” ujar Jihad, Bird Conservation Officer Burung Indonesia.
Tiong-batu kalimantan lazimnya memangsa serangga. Burung ini mencari serangga di lapisan atas vegetasi. “Selebihnya, sedikit informasi yang diketahui tentang jenis ini, terutama terkait aspek perkembangbiakannya,” tutur Jihad.
Saat ini, burung yang masuk dalam suku Pityriasidae ini mendekati terancam punah. Ancaman utamanya terutama laju kerusakan hutan dataran rendah Kalimantan yang sangat tinggi akibat pembalakan liar, konversi hutan dan kebakaran hutan.*