Skip to content Skip to footer

Julang Sulawesi, Petani Hutan yang Unik

Julang sulawesi (Rhyticeros cassidix), salah satu spesies burung rangkong khas dari Sulawesi, memiliki berat sekitar 2,5 kg dengan bulu tubuh berwarna hitam pekat. Burung ini memiliki keunikan tersendiri yang membedakannya dari rangkong-rangkong lain di Indonesia. Salah satu ciri khasnya adalah perbedaan warna leher antara jantan dan betina. Jantan memiliki leher berwarna kuning-jingga yang mencolok, sedangkan betinanya memiliki leher berwarna hitam. Hal ini membuat jantan julang sulawesi terlihat lebih menarik dibandingkan betinanya.

Menariknya, semua anak rangkong, baik jantan maupun betina, terlahir dengan leher berwarna kekuningan. Namun, seiring pertumbuhan, warna leher ini akan berubah menjadi lebih gelap pada betina dan tetap kekuningan pada jantan. Pada tahun 1993, para peneliti di Cagar Alam Tangkoko, Sulawesi, sempat terkecoh dengan mengira semua anak rangkong yang berleher kuning adalah jantan. Kesalahan ini terjadi karena belum adanya pemahaman mendalam mengenai perubahan warna leher tersebut yang dipengaruhi oleh jenis kelamin burung.

Selain lehernya yang menarik, julang sulawesi memiliki tembolok biru dengan garis hitam yang khas, serta bonggol atau jengger yang berwarna kuning-jingga. Meskipun tampak keras, bonggol ini sebenarnya kosong di dalam, tidak seperti rangkong gading (Rhinoplax vigil) yang padat. Paruh julang sulawesi juga menambah daya tariknya dengan warna kuning dan pangkal yang agak jingga, dihiasi garis hitam yang menunjukkan usia dan senioritas burung ini.

Julang sulawesi adalah spesies yang tidak akan ditemui di perkotaan, melainkan hanya hidup di hutan-hutan Sulawesi, termasuk di Pulau Muna-Buton. Burung ini juga memiliki saudara dekat yang endemis Sulawesi, yaitu kangkareng sulawesi (Rhabdotorrhinus exarhatus), yang berukuran setengah dari ukuran julang sulawesi. Kedua spesies ini hidup berdampingan dan bahkan dapat berbagi lubang sarang yang sama karena musim berbiak mereka tidak bersamaan.

Saat musim berbiak tiba, julang sulawesi dikenal sebagai burung yang setia. Mereka menganut pola hidup monogami di mana jantan akan bolak-balik ke sarang untuk memberi makan betina yang sedang mengerami telur. Namun, kesetiaan ini tidak sepenuhnya berlaku bagi betina. Jika pejantan tidak kembali ke sarang dalam waktu tertentu, betina akan meninggalkan sarang dan mencari pasangan baru. Fenomena ini pernah diamati di salah satu sarang, di mana betina meninggalkan sarangnya setelah tiga hari tanpa kunjungan dari pejantan dan segera ditemukan dengan pasangan baru dalam waktu kurang dari seminggu.

Julang sulawesi di Bentang Alam Popayato-Paguat, Gorontalo (Foto: Burung Indonesia/Eko Prastio Ramadhan)

Peran julang sulawesi tidak hanya sebatas pada perilaku berbiak dan pola hidupnya yang menarik, tetapi juga dalam menjaga keseimbangan ekosistem hutan. Burung ini dikenal sebagai penjelajah ulung dengan radius jelajah harian mencapai 10,5 km hingga 55 km. Aktivitas jelajah ini memungkinkan mereka untuk menyebarkan biji-biji buah dari pohon-pohon yang mereka makan, terutama buah beringin. Regenerasi dan reforestasi hutan sebagian besar terjadi secara alami berkat jasa julang sulawesi sebagai penebar biji.

Penelitian menunjukkan bahwa julang sulawesi memakan sedikitnya 50 spesies buah dari 11 famili berbeda, dan 87 persen di antaranya adalah buah yang sudah masak. Saat musim berbiak, 69 persen sumber pakan mereka berasal dari buah beringin, sementara di luar musim berbiak, ketergantungan mereka pada buah beringin meningkat hingga 83 persen. Di Cagar Alam Tangkoko, kerapatan pohon beringin mencapai 8,3 persen per hektare, menjadikannya habitat ideal bagi julang sulawesi.

Dengan kemampuan terbang tinggi dan jarak jelajah yang luas, julang sulawesi memainkan peran penting dalam menyebarkan biji-biji buah di hutan Sulawesi. Mereka adalah “petani hutan” yang tanpa sadar membantu regenerasi hutan, memastikan kelangsungan hidup berbagai spesies tanaman, dan menjaga keseimbangan ekosistem. Ungkapan “people need forest and forest need hornbills” menggambarkan dengan tepat hubungan simbiosis antara manusia, hutan, dan burung julang sulawesi. Kehadiran mereka tidak hanya penting bagi kelestarian hutan, tetapi juga bagi kehidupan manusia yang bergantung pada keseimbangan ekosistem ini.

Search

Burung Indonesia adalah anggota kemitraan global BirdLife International
© 2022 Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia (Burung Indonesia)

id_IDIndonesian