Sumba Daerah Penting Keragaman Hayati
Sumba berada di bagain selatan Nusa Tenggara Timur. Sebagian besar lansekap Sumba didominasi padang rumput. Sebagai pulau yang masuk dalam kawasan Wallacea, Sumba kaya akan keragaman hayati. Sekitar 214 jenis burung, 115 jenis kupu-kupu, 35 jenis herpetofauna, dan 23 jenis mamalia ada di pulau ini.
Pulau dengan luas 10.854 km2 ini juga merupakan satu dari 23 Daerah Burung Endemik (DBE/EBA) yang ada di Indonesia, dengan sembilan jenis endemis Sumba. Sumba juga memiliki enam Daerah Penting bagi Burung dan Keragaman Hayati (DPB/IBA) yang di antaranya berstatus taman nasional, yaitu Taman Nasional Manupeu Tanadaru-Laiwangi Wanggameti (TN MaTaLaWa).
Burung Indonesia Program Sumba merupakan site tertua dan pertama bagi Burung Indonesia dalam kiprah upaya perlindungan burung dan habitatnya melalui pendekatan partisipatif masyarakat. Selama 23 tahun berkiprah di Sumba, Burung Indonesia program Sumba telah banyak memberikan dampak positif dalam pengelolaan kawasan konservasi dan upaya perlindungan spesies burung serta pemberdayaan masyarakat lokal.
Cerita Sukses
Beberapa capaian penting yang terwujud dalam program Sumba antara lain terbentuknya kelompok masyarakat di 23 desa dengan keanggotaan sebanyak 1.733 orang. Kelompok masyarakat ini secara aktif ikut memonitoring dan mengawasi sumber daya alam desa dan taman nasional dari upaya penebangan liar, perburuan satwa, dan pembakaran lahan.
Kegiatan lainya adalah pelaksanaan progam Hutan Keluarga bagi anggota-anggota kelompok masyarakat. Program ini dilaksanakan melalui pemanfaatan lahan kritis dan lahan tidur untuk ditanami sebagai sumber bahan kayu di masa mendatang. Total luas Hutan Keluarga di Sumba saat ini sudah mencapai 425 Hektar.
Dalam tingkat kebijakan lokal, Burung Indonesia program Sumba sukses mendorong tercapainya regulasi tentang pelarangan perdagangan burung paruh bengkok pada tahun 2004. Capaian lainya yang telah menjadi contoh dalam pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia yaitu penetapan batas kawasan Taman Nasional yang dilakukan secara partisipatif. Upaya ini didorong melalui dokumen Kesepakatan Pelestarian Alam Desa (KPAD) di desa-desa seputar blok hutan Manupeu Tanadaru. Terciptanya hubungan baik antar para pemangku kepentingan (Dinas Kehutanan, BAPPEDA, Badan Lingkungan Hidup, LSM dan masyarakat lokal) di Sumba berhasil dijalin berkat upaya bersama dalam menyelaraskan visi dan misi untuk kepentingan alam, satwa, dan manusia.*
Informasi lain:
[wpdm_package id=’7534′]