Siapa menyangka, tokoh yang amat disegani oleh kalangan ornitolog dunia ini dulu justru memulai karirnya sebagai peneliti lintah. Tak betah jadi peneliti lintah, Soma muda pun mengalihkan perhatian pada penyu. Tak puas berkutat dengan penyu, akhirnya pria kelahiran Bandung, 30 April 1930 ini menambatkan hati pada burung, sosok cantik berbulu indah yang diakrabinya hingga saat ini.
“Penelitian lintah dan penyu itu sangat merepotkan dan menghabiskan waktu. Terjun langsung ke lapangan sangat diperlukan untuk lintah dan penyu padahal waktu saya sedikit karena banyak dibebani pekerjaan administrasi kantor. Akhirnya, saya pilih burung karena lebih sesuai dengan waktu yang tersedia,” aku Soma.
Debut Somadikarta sebagai ornitolog dimulai pada tahun 1962, ketika ditunjuk menjadi Pejabat Direktur Museum Zoologi Bogor, yang dikenal di manca negara dengan nama Museum Zoologicum Bogoriense (MZB). Pada pertemuan pertama dengan para staf Museum Zoologi, ia mengarahkan sejawatnya untuk memilih spesialisasi tertentu. Namun, tak satupun yang mau memilih burung sebagai bidang keahliannya. Akhirnya, Soma pun “terpaksa” memilih burung karena semua temannya tidak berminat pada makhluk bersayap itu.
Berbekal ribuan spesimen burung koleksi Museum Zoologi itulah Somadikarta mulai meneliti dan terus meneliti segala seluk-beluk makhluk mungil molek itu. Dari sekian banyak spesies burung yang ada, ahli taksonomi ini rupanya lebih tertarik pada burung walet (Collocalia). Ini adalah genus burung yang paling susah diteliti karena semua spesiesnya memiliki warna sama, ukuran sama, dan sulit pula dikoleksi. Namun justru karena lebih memiliki banyak kesulitan itulah menjadi lebih tertantang dan terpanggil untuk terus meneliti walet.
Walet jari tiga sepertinya mempunyai ikatan khusus dengan Soma. Saat berkunjung ke Museo Civico di Genua, Italia pada tahun 1967, tak disangka, lagi-lagi ia menemukan satu spesimen walet berjari tiga yang diberi nama salah Collocalia fuciphaga. Penasaran, selanjutnya selama delapan tahun Soma menelusuri asal-usul walet itu.
Berdasarkan penelusurannya ke berbagai museum, menjelajahi berbagai literatur dalam berbagai bahasa, dan pengujian yang tak henti- hentinya, akhirnya Soma yakin bahwa walet berjari tiga itu adalah Collocalia papuensis temuannya dulu yang dikoleksi dari Papua Niugini. Penemuannya itu baru dipublikasikan tahun 1975.
Tuntas menelusuri jejak walet jari tiga, pada tahun 1986, Soma kembali menemukan perbedaan mendasar antara walet sapi (Collocalia esculenta) dan (Collocalia linchi). Melalui serangkaian pembuktian dan pengujian, akhirnya Soma benar-benar dapat membedakan Collocalia esculenta dan Collocalia linchi yang tadinya disebut subspesies yang simpatrik, atau mendiami wilayah geografik yang sama (tumpang tindih).
Mengenai pemisahan spesies, Soma memiliki sikap tersendiri. Dia sama sekali tidak mau disebut sebagai pemisah spesies (splitter) karena memang keduanya berbeda. Jadi, mereka dipisahkan bukan karena splitter ingin memisahkannya. Splitter sendiri bagi Soma adalah orang yang memisahkan spesies tanpa memiliki alasan dan bukti kuat.