Skip to content Skip to footer

#15thnBurungIndonesia: Merestorasi Hutan Dataran Rendah Terakhir di Pulau Sumatera

Keanekaragaman hayati di dalam hutan merupakan sumber penghidupan bagi manusia. Hutan telah menjadi dapur penyedia bahan makanan, apotek alam sumber obat-obatan, dan gudang persediaan penunjang ekonomi bagi masyarakat yang hidup di sekitar hutan. Namun, laju perusakan dan penyusutan tutupan hutan, khususnya di kawasan hutan produksi terus berlangsung. Pembalakan liar dan alih fungsi hutan menjadi penyebab utama. Pihak yang dirugikan bukan hanya manusia, tetapi berdampak pula terhadap penyusutan luasan habitat dan terancamnya keanekaragaman hayati.

Ancaman rusaknya ekosistem hutan secara nyata terjadi di Sumatera. Kemilau pulau yang dalam sejarah klasik bangsa India disebut Swarnadwipa atau Pulau Emas ini semakin memudar akibat eksploitasi hutan produksi secara berlebihan. Sebuah studi pada 2000 menyebutkan bahwa hutan dataran rendah Sumatera yang kaya akan keanekaragaman hayati akan segera habis jika tidak ada tindakan penyelamatan.

Baca Juga: #15thnBurungIndonesia: 10 Tahun Jejak Burung Indonesia di Tanah Halmahera

Berawal dari studi tersebut, Burung Indonesia mulai menapaki kaki dan mendorong upaya konservasi di sisa hutan dataran rendah terakhir itu melalui gagasan restorasi ekosistem. Pada awalnya, gagasan tersebut dianggap utopis. Sebab, penyumbang devisa terbesar kedua bagi Indonesia berasal dari industri hutan produksi, berlawanan dengan ide restorasi ekosistem yang sama sekali kontraproduktif terhadap produksi hutan.

Restorasi ekosistem pada awalnya memang bukan gagasan yang populer. Namun, banyaknya hutan alam di Indonesia yang tidak termasuk dalam jaringan kawasan konservasi menyebabkan banyak pihak mulai mempertimbangkan implementasi gagasan tersebut. Sebab, eksploitasi hutan produksi secara berlebihan telah menyebabkan hilangnya tutupan hutan alam. Padahal bukan hanya manusia yang menggantungkan hidup pada kelestarian hutan, tetapi juga flora dan fauna yang memiliki jasa lingkungan penting bagi kelestarian alam secara umum.

NTFP (Rattan) at HRF_Aulia Erlangga_Burung IndonesiaAnggota masyarakat adat Suku Anak Dalam (SAD) Batin Sembilan memanen rotan yang menjadi salah satu sumber ekonomi hutan bukan kayu di Hutan Harapan. (Foto: Burung Indonesia/Aulia Erlangga)

Gagasan restorasi ekosistem tidak hanya berdampak terhadap perubahan pola pengelolaan hutan, tetapi juga perubahan paradigma pengusahaan hutan produksi. Burung Indonesia menilai hutan produksi tidak hanya dari berapa banyak tegakan pohon yang dapat menambah devisa negara, tetapi dari berapa besar nilai ekosistem hutan secara keseluruhan yang dapat menyejahterakan masyarakat tanpa merusak lingkungan, sekaligus melindungi keanekaragaman hayati di dalamnya.

Baca Juga: #15thnBurungIndonesia: Menjembatani Dunia Konservasi dan Pendidikan Melalui Buku Muatan Lokal

Upaya menahan laju deforestasi di kawasan hutan alam produksi melalui pendekatan restorasi ekosistem menjadi alternatif pengelolaan hutan di tanah air. Sebagai hasilnya, hutan-hutan yang sebelumnya terancam terdegradasi dapat berfungsi kembali sebagai penyeimbang ekosistem, sekaligus menyediakan produk-produk penting bagi masyarakat.

Penerbitan IUPHHK-RE dan lahirnya Hutan Harapan

Restorasi ekosistem merupakan pendekatan konservasi yang berupaya mengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) serta non-hayati (tanah, iklim, dan topografi) suatu kawasan kepada ekosistem asli atau bentuk awalnya. Pendekatan inovatif yang digagas Burung Indonesia ini hadir sebagai alternatif dalam pengelolaan hasil hutan produksi di Tanah Air agar lebih memprioritaskan usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK).

Melalui berbagai upaya, Burung Indonesia bersama para pihak terkait berhasil mendorong pemerintah untuk menerbitkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: SK/159/MenhutII/2004 tentang Restorasi Ekosistem di Hutan Produksi dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.18/Menhut-II/2004 tentang Kriteria Hutan Produksi yang Dapat Diberikan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam dengan Kegiatan Restorasi Ekosistem. Kedua peraturan menteri tersebut kemudian dipayungi dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan.

Lake beside Main Camp at Hutan Harapan_Ardi Wijaya-Hutan HarapanDanau di kawasan camp Hutan Harapan (Foto: Burung Indonesia/Ardi Wijaya)

Terbitnya peraturan tersebut memungkinkan aktivitas restorasi ekosistem berlangsung di hutan produksi melalui izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu restorasi ekosistem (IUPHHK-RE). Setahun setelah terbitnya peraturan terkait restorasi ekosistem, Menteri Kehutanan menunjuk areal sekitar 100,000 hektare yang berada di wilayah Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan sebagai areal restorasi. Laju perlawanan terhadap deforestasi di hutan dataran rendah terakhir di Pulau Sumatera inipun dimulai melalui hutan restorasi pertama di Indonesia yang kelak dikenal dengan Hutan Harapan.

Baca Juga: #15thnBurungIndonesia: Menyusun Profil Lanskap Konservasi Kawasan Wallacea

Proses penetapan Hutan Harapan berlangsung pelik karena konsesi hutan produksi wajib dikelola oleh perusahaan berbadan hukum. Namun, Burung Indonesia tidak kehilangan asanya. Bersama-sama sejumlah LSM yang bergerak di bidang konservasi (BirdLife International dan RSPB), Burung Indonesia kemudian mendirikan Yayasan Konservasi Ekosistem Hutan Indonesia (Yakehi).

Sebagai perusahaan pengelolaan kawasan, berdirilah PT Restorasi Ekosistem Indonesia (PT REKI) yang secara resmi mengantongi IUPHHK-RE pertama di Indonesia untuk mengelola 52.170 hektare hutan produksi di wilayah Provinsi Sumatera Selatan pada 2007. Tiga tahun kemudian, PT REKI berhasil mengantongi izin yang sama untuk areal seluas 46,385 hektare di wilayah Provinsi Jambi. Kesatuan kawasan inilah yang kemudian menjadi Hutan Harapan. Areal restorasi ini tidak hanya memunculkan harapan akan ekosistem hutan yang sehat dan keanekaragaman hayati yang semakin kaya, tetapi berupaya hingga peluh terakhir untuk mewujudkan harapan tersebut.

***

Logo-Ultah-15_avatar-150x150Penerbitan artikel ini merupakan bagian dari rangkaian publikasi menyambut ulang tahun Burung Indonesia yang ke-15 tahun. Setiap tanggal 15 selama 2017 kami akan mempublikasikan beragam artikel mengenai capaian-capaian terbaik yang telah Burung Indonesia raih selama 15 tahun bekerja di rumah bagi 1769 jenis burung ini.

id_ID