Birds Around Us (BArU)
Inisiatif untuk kota ramah burung
Kota Ramah Burung
Pesatnya laju urbanisasi di Indonesia membuat komposisi penduduk berubah, dan kini semakin banyak orang yang tinggal di kota. Saat ini, 50% populasi dunia tinggal di perkotaan. Tahun 2030, diperkirakan 60% populasi tinggal di wilayah perkotaan. Pada saat itu, diperkirakan setengah populasi di Indonesia tinggal di kota. Ada kebutuhan untuk mengembangkan ekosistem kota yang lebih baik. Dengan demikian, menghadirkan alam kembali di dalam kota memiliki makna yang jauh lebih besar daripada sekadar menghiasinya.
Sejak 2011, Burung Indonesia mendorong inisiatif baru untuk pelestarian burung di wilayah perkotaan, melalui program Birds Around Us (BArU). BArU merupakan sebuah program pengembangan ruang terbuka hijau yang tidak hanya sekadar hijau, tetapi juga mempertimbangkan kaidah ekologis. Program BArU bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat urban akan pentingnya menjaga kelestarian ekosistem yang ada di sekitar mereka.
Kota dan Ruang Terbuka Hijau
Idealnya sebuah kota memiliki 30% wilayah hijau. Kawasan RTH tidak hanya mempercantik kota. Ia juga menyaring polusi kendaraan, meredam suara bising dan menyerap kelebihan air di kala hujan. Dalam perkembangannya, proses urbanisasi membuat RTH kerap diubah menjadi perumahan, perkantoran, pusat perbelanjaan dan wilayah industri.
Kota Batavia tempo dulu bukan hanya terkenal sebagai “Venesia dari timur” tetapi juga masih memiliki kawasan hijau yang sangat luas. Saat itu, Bogor masih menjadi kawasan sub-urban yang permai. Orang Belanda dahulu menyebut kota ini Buitenzorg, kota tanpa kesibukan. Kota yang hijau dan asri dengan udara yang sejuk di kaki Gunung Salak.
Urbanisasi yang sangat pesat membuat Batavia, yang menjelma menjadi Jakarta, menjadi kota terpadat di Indonesia. Kawasan-kawasan sub-urban di sekitarnya, termasuk Bogor juga mendapat tekanan luar biasa dari Jakarta. Terutama tekanan terhadap kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk dijadikan permukiman
Populasi Burung Menyusut
Setelah RTH menyusut karena semakin padat bangunan, burung-burung kota hanya memiliki dua pilihan: pindah ke tempat lain yang lebih hijau atau ”terpaksa” bertahan tinggal di lingkungan yang tidak lagi layak mendukung kehidupan mereka.
Tidaklah mudah bagi burung untuk bertahan di kawasan minim pepohonan. Bagi mereka pohon merupakan sumber kehidupan, tempat mencari makan, berlindung, dan berkembang biak. Begitu pula dengan sediaan air alami, dalam hal ini sungai maupun danau. Sungai, kanal, dan danau dengan kualitas air bersihnya menyediakan sumber pakan seperti ikan dan udang yang berlimpah.
Kecilnya areal RTH serta letaknya yang berjauhan tanpa jalur penghubung juga membuat burung-burung yang hidup di dalamnya terisolasi. Di kawasan sempit dan terisolir ini, persaingan untuk mendapatkan makanan dan berbiak menjadi sangat tinggi. Akibatnya jumlah jenis dan populasi pun terus menyusut.
Kota Ramah Burung, Menyediakan Habitat bagi Burung
Burung adalah indikator alami kualitas lingkungan. Burung juga cantik dan mudah dilihat oleh publik, sehingga dapat meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap alam dan lingkungan. Selain itu, harus diakui bahwa suara kicauan burung memberikan nuansa alami. Kota yang ramah burung merupakan benteng terakhir bagi burung-burung di perkotaan. Dengan taman kota yang lebih dari sekadar hijau, kita dapat mengembangkan kota ramah burung. Kehadiran burung dan hidupan liar lainnya seperti kupu-kupu akan menjadi bagian dari kualitas hidup masyarakat kota.
Di samping taman, koridor hijau diyakini sebagai suaka bagi burung liar. Tempat-tempat yang memiliki halaman luas dan hijau seperti hotel dan rumah sakit berpotensi pula menjadi ‘batu loncatan’ bagi burung untuk berpindah dari satu blok kawasan hijau ke blok lainnya dan meningkatkan koneksitas antar kawasan hijau. Sejatinya, kehijauan yang saling menyambung itu tak hanya positif untuk burung tetapi juga baik bagi seluruh penghuni kota. Warga kota di negara tropis yang sehari-hari berjalan kaki, bersepeda, dan tak mengendarai kendaraan bermotor, sangat membutuhkan keteduhan.
Keteduhan ini hanya bisa tercipta melalui kerindangan pohon. Jadi, kehijauan yang disenangi burung itu sebenarnya ikut dinikmati manusia. Apalagi, pohon juga berfungsi mengurangi dan menetralisir polutan udara dan suara. Jadi, kota ramah burung otomatis juga ramah manusia
Apa yang Kami Lakukan?
Untuk meningkatkan kualitas keterhubungan antara burung, manusia, dan lingkungan.
Tahap pengembangan: area urban di Pulau Jawa.
- Bogor telah dideklarasikan sebagai “green city”
- Jakarta berkomitmen untuk menambah Ruang Terbuka Hijau
- Berkolaborasi dengan sekolah di wilayah urban
- Menjalankan pembelajaran lingkungan sambil bermain di area terbuka seperti taman kota, hutan kota, atau ruang terbuka hijau lainnya.
- Memfasilitasi kegiatan pengamatan burung
- Memasang papan informasi mengenai keragaman burung dan pesan konservasi di ruang terbuka hijau
- Menggelar kegiatan publik secara berkala dalam rangka merayakan keragaman burung di Indonesia