Skip to content Skip to footer

#15thnBurungIndonesia: Konservasi Kakatua Sumba, Sebuah Permulaan

Tepat pada hari ini, 15 tahun yang lalu, Burung Indonesia berdiri dan berafiliasi dengan BirdLife International. Sejak didirikan pada 15 Juli 2002, perhimpunan pelestari burung liar dan habitatnya ini selalu aktif dalam berbagai aksi konservasi dan advokasi di tingkat lokal maupun nasional.

Di Pulau Sumba, Burung Indonesia menjadi fasilitator penetapan tata batas taman nasional secara partisipatif yang pertama di Tanah Air. Di pulau ini juga, rangkaian kontribusi berhasil dicapai, termasuk keberhasilan menghentikan perburuan anak jenis kakatua-kecil jambul-kuning (Cacatua sulphurea).

Kakatua-kecil jambul-kuning merupakan salah satu jenis prioritas dalam upaya konservasi yang dilakukan oleh Burung Indonesia. Di Sumba, langkah awal konservasi jenis burung ini dimulai melalui kegiatan penyadartahuan kepada masyarakat mengenai kakatua sumba (Cacatua sulphurea citrinocristata) sejak 1997 dan terus berlangsung hingga saat ini.

Sebagai anak jenis dari kakatua-kecil jambul-kuning, kakatua sumba memang terbilang istimewa karena memiliki ciri fisik yang berbeda. Letak perbedaan burung ini dengan anak jenis kakatua-kecil jambul-kuning lainnya berada pada jambulnya yang berwarna jingga. Maka tak heran banyak masyarakat menyebutnya sebagai kakatua jambul jingga.

Sebelum kurun 2000-an, kakatua sumba merupakan satwa favorit para pemburu burung di Sumba. Selain karena aksi perburuan, ancaman terhadap populasi dan habitat jenis ini pun didorong oleh alih fungsi hutan menjadi lahan perkebunan sebagai ancaman utama.

Kakatua sumba jantan di dalam sangkar beronjong (Foto by Benny Aladin) copyKakatua sumba jantan di dalam sangkar beronjong (Foto: Burung Indonesia/Benny Aladin)

Melalui upaya penyadartahuan kepada kelompok masyarakat, dunia pendidikan, hingga para pemangku kebijakan di tingkat lokal, secara bertahap persepsi masyarakat pun turut berubah. Pada 2002, untuk pertama kalinya pelaku perburuan kakatua sumba berhasil ditindak secara pidana. Dua tahun berselang, Burung Indonesia berhasil mendorong tercapainya regulasi mengenai pelarangan perdagangan burung paruh bengkok di tingkat kebijakan lokal di Sumba.

Kasus tersebut rupanya mampu memberikan efek jera terhadap para pelaku dan mencegah masyarakat untuk melakukan hal yang sama. Karena pengetahuan masyarakat yang terus bertambah mengenai keistimewaan dan jasa lingkungan yang dilakukan kakatua sumba, serta didorong oleh kesadaran hukum yang tumbuh seiring waktu, sejak 2006 tidak ada lagi aksi perburuan terhadap jenis ini.

Selain melalui upaya penyadartahuan, hingga saat ini Burung Indonesia masih secara intensif melakukan pemantauan populasi dan ekologi perkembangbiakan kakatua sumba. Sama seperti anak jenis kakatua yang lain, kakatua sumba biasanya bersarang di lubang-lubang pohon yang tinggi. Berkurangnya ketersediaan pohon sarang menjadi salah satu faktor pembatas perkembangbiakan jenis ini.

Pulau Sumba memang lokasi tertua dan pertama bagi Burung Indonesia dalam melakukan upaya konservasi burung dan habitatnya. Namun, upaya tersebut tidak berhenti pada penyelamatan jenis burung kakatua yang berada di Sumba, tetapi juga mendorong terbentuknya dua kawasan konservasi, yakni Taman Nasional Manupeu Tanadaru dan Taman Nasional Laiwangi Wanggameti yang merupakan habitat penting bagi kakatua sumba dan keragaman hayati lainnya.

***

Logo-Ultah-15_avatar-150x150Penerbitan artikel ini merupakan bagian dari rangkaian publikasi menyambut ulang tahun Burung Indonesia yang ke-15 tahun. Setiap tanggal 15 selama 2017 kami akan mempublikasikan beragam artikel mengenai capaian-capaian terbaik yang telah Burung Indonesia raih selama 15 tahun bekerja di rumah bagi 1,769 jenis burung ini.

id_ID