Skip to content Skip to footer

Awal Baru Kakatua Sumba

Kakatua sumba memanfaatkan musim penghujan sebagai musim berbiak. Awal baru kehidupan anakan kakatua biasanya dimulai pada akhir bulan Februari hingga Maret.

Kakatua sumba Cacatua sulphurea citrinotristata merupakan anak jenis kakatua-kecil jambul-kuning endemis Pulau Sumba. Burung primadona Sumba ini kini berstatus kritis.

Kakatua sumba di kandang rehabilitasi desa Manurara. (Foto: Burung Indonesia/Yohannis Balla Djawarai)
Kakatua sumba di kandang rehabilitasi desa Manurara. (Foto: Burung Indonesia/Yohannis Balla Djawarai)

Kakatua sumba memanfaatkan musim penghujan sebagai musim berbiak. Awal baru kehidupan anakan kakatua biasanya dimulai pada akhir bulan Februari hingga Maret. Sebab, pada masa ini tersedia pakan dan air yang melimpah untuk memenuhi kebutuhan energi pada masa perkembangbiakan.

Sejak empat tahun silam, Burung Indonesia memfokuskan kegiatan untuk meningkatkan populasi kakatua sumba melalui program monitoring keberhasilan perkembangbiakan di alam. Kegiatan yang dilaksanakan meliputi pencarian lokasi pohon-pohon yang digunakan sebagai lokasi bersarang kakatua sumba.

Proses ini bukanlah perkara mudah. Kendala yang dihadapi antara lain sulitnya medan yang ditempuh di kawasan hutan-hutan di Pulau Sumba, minimnya informasi mengenai keberadaan sarang kakatua dari masyarakat pinggir hutan, serta tingginya jangkauan lubang pada pohon-pohon yang diduga sebagai pohon sarang. Belum lagi periode perkembangbiakan yang singkat, mengharuskan keseluruhan pencarian dilakukan seoptimal mungkin dalam dua bulan.

Survei dilakukan pada pohon sarang yang tercatat pernah digunakan kakatua sumba sebagai tempat bersarang. Pohon-pohon tersebut tersebar di sebelas lokasi yang keseluruhannya berada di dalam kawasan Taman Nasional Manupeu Tanadaru (TNMT). Dari kesebelas pohon sarang, dua diantaranya sudah tumbang akibat cuaca atau karena pohon tersebut sudah mati.

Tidak semua pohon sarang aktif digunakan setiap tahunya oleh kakatua. Ketatnya persaingan dalam menggunakan lubang pohon dengan jenis burung lain sering membuat kakatua meninggalkan lubang yang pernah digunakan. Burung pesaing tersebut antara lain betet-kelapa paruh-besar Tanygnathus megalorynchos, nuri bayan Eclectus roratus, dan julang sumba Rhyticeros everetti.

Kabar gembira kami peroleh dari salah satu pohon sarang yang terletak di desa Manurara di Kabupaten Sumba Tengah. Pohon sarang ini dikenal penduduk setempat dengan nama mara. Pohon berjenis Tetrameles nudiflora tersebut memiliki tinggi sekitar 30 meter dan merupakan pohon sarang yang selalu aktif digunakan oleh kakatua sumba untuk berkembang biak setiap tahun.

Catatan penemuan terakhir terjadi pada Januari 2015. Dalam survei tersebut ditemukan seekor anak kakatua yang berumur kurang lebih tiga minggu dan dalam kondisi sehat. Penemuan ini merupakan bukti bahwa aktivitas perkembangbiakan kakatua sumba di alam masih terjadi. Pada periode berbiak sebelumnya di lokasi yang sama juga ditemukan seekor anakan kakatua sumba.

Namun, terjadi kasus anakan kakatua hilang di lubang sarang. Padahal, seharusnya pada saat itu usia anakan sudah mencapai umur lima minggu. Hilangnya anakan tersebut diduga karena dimangsa predator. Penemuan Jumlah anakan yang selalu berjumlah satu ekor dari tiap pasangan induk kakatua sumba sangat mengkhawatirkan.

Jika hal ini terus terjadi, waktu yang diperlukan untuk pemulihan jumlah populasi bisa berlangsung sangat lama. Dalam penangkaran kakatua sumba yang pernah dilakukan pada 2006 terbukti bahwa kakatua sumba sebenarnya mampu menghasilkan telur hingga dua butir, begitu pula dengan anak jenis kakatua-kecil jambul-kuning lainnya.

Kesempatan penemuan ini tentunya tidak kami sia-siakan. Burung Indonesia melakukan kajian bioekologi untuk mempelajari peluang hidup anakan kakatua sumba untuk bertahan hingga dewasa. Kajian ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan terkait kemampuan pemulihan populasi kakatua sumba di alam dalam waktu dekat. (Benny A Siregar)

id_ID