Bentang Alam Mbeliling merupakan lokasi penting bagi keanekaragaman hayati di Pulau Flores. Bentang alam ini merupakan rumah bagi lima jenis burung endemis Flores dan jenis-jenis lainnya yang memiliki sebaran terbatas. Secara ekologis, kawasan ini menjadi sumber air bagi masyarakat serta mendukung aktivitas pertanian.
Kesadaran masyarakat Mbeliling mengenai kelestarian alamnya terbilang tinggi. Bahkan sejumlah kelompok masyarakat secara swadaya rutin melakukan aktivitas pemantauan layanan alam (PLA). Secara berkala mereka memantau, mencatat, dan mendokumentasikan perubahan yang terjadi di sekitar kawasan hutan adat, sumber air, juga pertanian untuk mencegah kerusakan. Aktivitas ini tentu saja juga menghasilkan manfaat bagi kelestarian habitat burung dan keanekaragaman hayati lainnya.
Melalui proyek LandSense yang didukung oleh EU Framework Program for Research dan Innovation Horizon 2020, Burung Indonesia berupaya mengembangkan pendekatan community-based forest monitoring di empat desa pilot di Bentang Alam Mbeliling, yakni Desa Golo Kondeng, Desa Golo Desat, Desa Golo Damu, dan Desa Liang Ndara. Kelompok masyarakat di keempat desa telah mempraktikkan aktivitas pemantauan layanan alam secara berkala dan merasakan dampaknya secara langsung.
Beberapa waktu lalu, Burung Indonesia melakukan konsultasi pengintegrasian kegiatan PLA ke dalam rencana pembangunan desa agar pemerintah desa dapat mengalokasikan anggaran rutin untuk mendukung kegiatan PLA. Alokasi dana tersebut dapat berasal dari APBD II atau dana desa yang bersumber dari APBN—merujuk pada Permendes No.19 tahun 2017 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa.
Berdasarkan peluang tersebut, pemerintah desa dapat membiayai kegiatan pemantauan melalui dana desa apabila telah menjadi bagian dari usaha yang dikembangkan BUM Desa atau BUM Desa Bersama sehingga menambah Pendapatan Asli Desa (PAD). Namun, saat ini kegiatan pemantauan layanan alam yang dikembangkan di Bentang Alam Mbeliling masih sulit untuk menyerap dana desa karena aktivitasnya masih sebatas pengumpulan data serta informasi terkait perubahan kondisi alam di sekitar mereka.
Pada dasarnya, keempat pemerintah desa sangat mendukung kegiatan PLA karena data hasil pemantauan dapat mendukung proses perumusan rencana pembangunan. Oleh sebab itu, dalam pertemuan tersebut, keempat pemerintah desa menyatakan kesiapannya untuk mendukung pelaksanaan PLA dengan mengalokasikan biaya melalui skema Alokasi Dana Desa (ADD).
Pemerintah Desa dan BPD Liang Ndara berkomitmen untuk mengalokasikan anggaran dengan skema dana ADD perubahan. Menariknya, pemerintah desa setempat menilai bahwa ke depannya PLA dapat menjadi salah satu atraksi ekowisata di desa mereka selain atraksi yang telah ada seperti pagelaran tari Caci ataupun pegamatan burung. Dengan begitu, peluang lain untuk pelaksanaan kegiatan PLA dapat diambil dari hasil retribusi kunjungan wisata.
Sementara itu, Pemerintah Desa Golo Kondeng dan Desa Golo Damu mengungkapkan belum dapat mengalokasikan dananya dalam waktu dekat. Sedangkan Pemerintah Desa Golo Desat berkomitmen akan membuat APB Desa perubahan sehingga kegiatan PLA dapat dibiayai melalui skema ADD pada tahun ini. Dukungan yang dilakukan Pemerintah Desa Golo Desat telah dilakukan pada Februari 2018 berupa alokasi biaya operasional bagi kelompok pemantau yang diinisiai oleh kepala desa.
Dalam kesempatan itu juga, Burung Indonesia memperkenalkan program pengumpulan data berbasis aplikasi untuk meningkatkan kualitas data hasil pemantauan. Dengan aplikasi tersebut, berbagai pihak yang berkepentingan–termasuk pemerintah desa—memiliki kemudahan untuk mengakses data yang telah terkumpul dan tersimpan.
Perempuan memimpin
Salah satu kelompok masyarakat yang giat melakukan kegiatan PLA adalah Kelompok Kembang Mekar. Sebanyak 80% anggota kelompok pengembangan konservasi lokal atau local conservation group (LCG) binaan Burung Indonesia di Desa Golo Damu ini adalah perempuan yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Di luar urusan domestik, ketika para suami bekerja di ladang, perempuan-perempuan di desa ini secara rutin menembus hutan desa untuk memantau kondisi mata air yang menyokong penghidupan masyarakat di desa, serta memantau kondisi hutan, habitat satwa, hingga melakukan pengawasan kawasan hutan dari praktik-praktik yang tidak berkelanjutan seperti penebangan liar.
Tidak hanya memantau perubahan kondisi alam, para perempuan tangguh ini telah terbiasa untuk mencatat perubahan apa saja yang terjadi di sekitar hutan desa. Hasil dari kegiatan tersebut kemudian menjadi masukan bagi pemerintah desa untuk menyusun rencana pembangunan desa di masa mendatang.
Kegiatan yang secara kolektif dilaksanakan Kelompok Kembang Mekar ini berpeluang untuk mendapatkan alokasi dana desa yang bersumber dari APBD II. Penggunaan dana desa yang bersumber dari anggaran tersebut sangat bersifat fleksibel dan bisa dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan lain di desa yang dipandang penting dan prioritas oleh masyarakat seperti pengembangan PKK, Posyandu, dan pengembangan jenis kegiatan kelompok lainnya.