Skip to content Skip to footer

Rencana Aksi untuk Memerangi Perdagangan Burung Paruh Bengkok di Maluku Utara

Burung Indonesia baru-baru ini menggelar pertemuan bersama para pemangku kepentingan untuk menyusun rencana aksi memerangi perburuan dan perdagangan burung paruh bengkok di kawasan Maluku Utara. Pertemuan tersebut berlangsung di kota Ternate pada 19-20 April 2018 dan dihadiri oleh sejumlah lembaga pemerintah dan nonpemerintah yang berkomitmen untuk mengakhiri perburuan dan perdagangan burung. Tiga badan pemerintah paling berpengaruh mengenai isu ini, yaitu Taman Nasional Aketajawe Lolobata, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku, dan Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPPHLHK) wilayah Maluku dan Papua, hadir dan turut ambil bagian dalam aksi yang direncanakan.*

Maluku Utara, termasuk Pulau Halmahera, Morotai, Bacan, Obi, dan beberapa pulau yang lebih kecil, merupakan rumah bagi sembilan spesies burung paruh bengkok yang ada di wilayah tersebut, tiga di antaranya merupakan spesies endemis. Burung paruh bengkok di pulau-pulau tersebut menjadi target perburuan serta perdagangan ilegal domestik dan internasional. Kakatua putih (Cacatua alba), nuri bayan (Eclectus roratus), dan kasturi ternate (Lorius garralus) adalah tiga spesies burung yang paling banyak diperdagangkan dari wilayah tersebut. Kakatua putih (status IUCN: Endangered) dan kasturi ternate (status IUCN: Vulnerable) merupakan spesies endemis dan sedang mengalami penurunan populasi yang signifikan karena eksploitasi berlebihan.

Diskusi terpisah mengenai penguatan kolaborasi dan penegakan hukum. (Foto: Burung Indonesia)

Pertemuan untuk merancang rencana aksi menandai dimulainya proyek baru yang digagas oleh Burung Indonesia dan BirdLife International untuk menyusun rencana pelestarian burung paruh bengkok endemis di Maluku Utara yang holistis. Pada tahun 2008–2009, Burung Indonesia melakukan asesmen sosial ekonomi desa-desa besar di Maluku Utara dan memetakan ancaman utama terhadap spesies paruh bengkok endemis di kawasan Maluku Utara. Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa populasi kakatua putih menurun tajam pada rentang 1992–2009.

Hancurnya habitat merupakan ancaman signifikan terhadap burung tersebut. Akan tetapi, perburuan untuk perdagangan ilegal tetap menjadi penyebab utama penurunan populasi. Sejak saat itu, belum ada kajian populasi kakatua putih yang dilakukan di kawasan tersebut. Proyek tersebut akan memutakhirkan basis data populasi burung paruh bengkok dan memberikan baseline penting mengenai perburuan dan perdagangan burung paruh bengkok di Maluku Utara. Proyek tersebut melibatkan kerja sama erat dengan pihak pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya termasuk masyarakat lokal untuk bersama-sama menyusun rencana aksi pelestarian burung paruh bengkok Maluku Utara.

Pendidikan masyarakat dan kegiatan sosialisasi bersama komunitas lokal di Halmahera, Maluku Utara. (Foto: Burung Indonesia)

Burung Indonesia telah menyusun kerja sama teknis yang sudah berjalan dengan dua perangkat pemerintah, yaitu Taman Nasional Aketajawe Lolobata dan BKSDA Maluku untuk melestarikan wilayah-wilayah bernilai keanekaragaman hayati tinggi yang dikelola keduanya. Kerja sama tersebut melibatkan masyarakat dan meningkatkan kesadaran akan lingkungan dengan menggunakan teknik-teknik perubahan perilaku teruji, mengembangkan sumber penghidupan alternatif berkelanjutan serta penelitian dan pemantauan populasi spesies kunci.

Peserta pertemuan dibagi ke dalam tiga kelompok kecil untuk menyusun daftar prioritas aksi memerangi perdagangan burung paruh bengkok. (Foto: Burung Indonesia)

Untuk mengakhiri perburuan dan perdagangan ilegal dari kawasan tersebut, beberapa aksi baru telah disetujui dalam pertemuan. Aksi-aksi tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga tema umum. Masing-masing tema tersebut memiliki rangkaian aksi yang dijelaskan secara terperinci.

  1. Data, informasi, dan pengelolaan habitat: Para peserta setuju untuk menyusun basis data bersama mengenai catatan kejahatan terhadap satwa liar dan untuk melakukan kajian populasi burung paruh bengkok yang mendetail di seluruh kawasan. Sebuah kesepakatan juga dicapai untuk menjalankan upaya-upaya terintegrasi terkait pengelolaan habitat burung paruh bengkok di Maluku Utara, baik di dalam maupun di luar kawasan konservasi.
  2. Pemberdayaan dan pendidikan masyarakat: Upaya-upaya yang dilokalkan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dan membawa perubahan perilaku terhadap pentingnya keanekaragaman hayati, khususnya pelestarian burung paruh bengkok dan habitatnya serta untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan sumber penghidupan berkelanjutan.
  3. Advokasi dan kolaborasi untuk penegakan hukum efektif: Mengidentifikasi kebutuhan untuk membentuk satuan kerja pemangku kepentingan gabungan untuk memerangi perdagangan satwa liar. Mendukung upaya-upaya untuk mendorong perlindungan hukum atas seluruh jenis burung paruh bengkok di Maluku Utara. Satuan kerja tersebut akan memastikan sinergi antara data dan informasi, pengelolaan habitat yang baik, pemberdayaan masyarakat dan kesadaran terarah serta koordinasi untuk mencapai perlindungan dan penegakan hukum efektif.

Ditulis oleh Adi Widyanto (Burung Indonesia) dan Anuj Jain (BirdLife International)


* Badan pemerintah dan nonpemerintah lainnya yang turut hadir termasuk Departemen Lingkungan Hidup Halmahera Barat, Unit Manajemen Hutan Produksi Tidore, Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polisi Maluku Utara, Pangkalan TNI AL Maluku Utara, Universitas Khairun, Universitas Halmahera, AMAN Maluku Utara, Wildlife Conservation Society, dan PROFAUNA Maluku Utara. Organisasi-organisasi tersebut berkumpul sebagai respons atas meningkatnya perdagangan burung paruh bengkok di Maluku Utara, terutama di pasar gelap tempat para pedagang menggunakan modus operandi yang semakin kompleks, termasuk meluasnya penggunaan media sosial untuk memasarkan satwa.

id_ID