Seriwang sangihe merupakan salah satu jenis burung yang sudah lama dikenal taksonomis. Koleksi pertama jenis ini dibuat oleh naturalis berkebangsaan Jerman, AB Meyer pada 1873. Namun, sejak itu keberadaan burung bernama latin Eutrichomyias rowleyi ini tak pernah tercatat kembali.
“Karena itu, seriwang sangihe sempat diduga telah punah,” tutur Jihad, Bird Conservation Officer Burung Indonesia. Hingga kemudian pada 1978, M.D Bruce, ornitholog dari Inggris meng-klaim melihat seekor seriwang sangihe di sekitar Gunung Awu, di bagian utara Pulau Sangihe, Sulawesi Utara. Namun, tidak ada bukti yang menguatkan klaim tersebut. Hingga akhirnya burung berbulu dominan biru ini ditemukan kembali pada ekspedisi yang dipimpin oleh John Riley dan James C Wardill dari University of York dan University of Leeds, Inggris pada 1998.
Ironisnya ketika ditemukan kembali tidak ada satu orang lokal pun yang mengenal atau mengetahui nama burung endemis Sangihe ini. Karena itu, tim survey menggunakan nama Niu, warga setempat yang pertama menemukan seriwang sangihe tersebut. Sejak itu seriwang sangihe dikenal juga dengan nama burung niu atau manu’ niu.
Meski manu’ niu sudah ditemukan kembali sejak 17 tahun silam, tetapi burung ini masih berada dalam status Kritis karena daerah sebarannya sempit maupun populasinya yang sangat kecil, kurang dari 150 ekor. Selain itu, seriwang sangihe hingga saat ini belum dikenal oleh masyarakat luas. “Jenis burung ini kerap salah diidentifikasi sebagai jenis lain yang ada di Sangihe, misalnya burung-madu sangihe Aethopyga duyvenbodei,” tutur Hanom Bashari, Biodiversity Specialist Burung Indonesia. Padahal sosok keduanya sangat jauh berbeda.
Seriwang sangihe berukuran sekitar 18 cm dengan paruh tebal dan pendek. Bulu bagian atasnya biru gelap dan bagian bawah dominan abu-abu pucat. Sementara burung-madu sangihe berukuran lebih kecil, sekitar 12 cm, dengan paruh panjang melengkung ke bawah. Bulu burung-madu sangihe juga kaya warna: perut dan dada kuning, sementara kepala merah dengan ‘topi’ biru metalik, punggung zaitun, serta sayap dan ekor zaitun dengan pangkal biru.
Seriwang sangihe tidak umum dijumpai maupun dikenal masyarakat karena habitatnya sangat spesifik. “Jenis ini hanya dijumpai di lembah Pegunungan Sahendaruman dan jauh dari permukiman,” ujar Hanom. *