Skip to content Skip to footer

Tiong Emas, Si Peniru Ulung

Tiong Emas

Siapa yang tidak kenal dengan tiong emas? Burung sejenis jalak berwarna hitam berkilau dengan pial kuning di kepala ini umum dijumpai di hutan dataran rendah Sumatera dan Kalimantan, termasuk pulau-pulau kecil di sekitarnya hingga ke Nusa Tenggara. Hutan di Pulau Jawa dan Bali dulu juga memiliki jenis ini dalam jumlah besar, namun kini penangkapan dan kerusakan hutan menyebabkan tiong emas sulit ditemui di alam.

Konvensi internasional perdagangan jenis terancam punah (CITES) mencatat burung bernama latin Gracula religiosa ini marak diperdagangkan dalam jumlah besar di pasar domestik maupun internasional. “Salah satu anak jenis tiong emas yang banyak diburu di Indonesia yaitu tiong emas dari Nias yang dikenal oleh masyarakat dengan nama beo nias,” ujar Jihad, Bird Conservation Officer Burung Indonesia.

Tiong emas digemari karena mampu menirukan suara manusia. Rahasianya terletak pada syrinx yang dimiliki burung ini. Syrinx ini menyerupai tenggorokan manusia. Pada dinding syrinx terdapat tonjolan tulang rawan yang disebut labium eksternal. Salah satu labium eksternal tersebut bekerja mirip pita suara manusia dan bertanggung jawab dalam menyuplai energi penghasil suara.

Hasilnya, tiong emas mampu menghasilkan serangkaian nada-nada suara yang berbeda seperti suara peluit, jeritan, degukan, bahkan ratapan yang mengalun merdu dan terkadang terdengar seperti suara manusia. Setiap individu tiong emas memiliki tiga hingga 13 tipe suara.

Uniknya, populasi tiong emas yang berjarak 14-15 km tidak memiliki tipe suara yang mirip satu sama lain, artinya dalam rentang jarak tersebut populasi tiong emas tidak dapat saling menirukan suara panggilan yang diciptakan tetangganya.

Berbeda dengan srigunting batu (Dicrurus paradiseus) yang kerap menirukan suara jenis burung lain, tiong emas tidak melakukannya. Namun di penangkaran, tiong emas memiliki kemampuan yang luar biasa dalam mempelajari dan menirukan suara, terutama suara manusia.

“Kemampuan tiong emas yang mengagumkan ini menyebabkan banyak manusia memburunya,” ujar Jihad. Mereka berlomba-lomba memiliki burung ini untuk dirinya sendiri. Selain kerusakan habitat yang menurunkan populasi tiong emas di alam, penangkapan dan perburuan untuk diperdagangkan hingga ke pasar internasional tersebut menyebabkan populasinya cenderung menurun di seluruh rentang persebarannya.*

id_ID