Skip to content Skip to footer

Berselaras dengan Alam, Petani Balayon Budayakan Permakultur

Metode permakultur dapat menjadi salah satu solusi dari meraknya aktivitas pertanian yang tidak ramah lingkungan. Pada prinsipnya, permakultur memasukkan unsur pertanian organik dalam pengunaan material, serta memberi penekanan pada desain, dalam merencanakan model pertanian. Implementasinya berupa praktik pertanian yang ramah dan berkelanjutan. Di Desa Balayon, Kabupaten Banggai Kepulauan terdapat sepsang suami istri yang sukses mengembangkan metode permakultur hingga diikuti oleh orang-orang di sekitarnya bahkan bisa menghasilkan banyak rupiah.

Aswin M. Sarideng (43) dan istrinya, Ollivia S. Palason (32) berhasil mengembangkan usaha pengolahan pupuk organik cair (POC) di rumahnyaPada awalnya memproduksi POC hanya untuk memanfaatkan limbah dapur dan pemakaian pribadi. Selain menghasilkan POC dan mempraktikkan permakultur di lahan miliknya, Ollivia dan suaminya juga kerap diminta untuk melatih petani-petani yang ada di sekitarnya. Hingga tahun 2024, mereka telah melatih belasan orang petani yang berasal dari dalam dan luar desa.

“Pada bulan Desember 2023, ada pesanan bibit cabai pada kami. Desa Komba-Komba dengan menggunakan dana desanya memesan 25,000 bibit cabai organik dan 300 liter pupuk organik cair,” ujar Aswin.

Sembari memberi pelatihan, mereka juga berupaya mengkampanyekan upaya konservasi keragaman hayati ke desa-desa tetangga. Pengetahuan terkait keragaman hayati mereka peroleh dari serangkaian pelatihan dan diskusi, bahkan kegiatan-kegiatan Burung Indonesia membuat mereka sadar akan penyebarluasan semangat dan kesadaran ke masyarakat luas betapa pentingnya menjaga alam.

Kebun permakultur milik Aswim dan Ollivia (Foto: Burung Indonesia/Ainun Ade Putri)

Terdapat satu kejadian yang membuat nama sepasang suami istri itu semakin dikenal oleh para petani. Cerita ini bermula saat Aswin dan Ollivia diminta untuk memberi pelatihan tentang permakultur kepada petani di Desa Baka. Setibanya di lokasi, Aswin melihat ada yang tidak beres dengan metode menanam bawang merah milik salah seorang petani.

Menurutnya tanaman bawang merah itu berkembang tidak maksimal di media tumbuh yang telah ada. Maka dari itu, untuk membuktikan asumsinya, Aswin mendesain ulang bawang merah yang ada di dua bidang tanah untuk menanam bawang seluas 72 meter persegi. Kemudian, ia menyisakan 15 bidang tanah yang dibiarkan seperti awalnya.

Aswin menjamin akan mengganti kerugian jika dua bidang tanah yang diubahnya jika gagal panen. Namun, berselang tiga bulan kemudian, lahan tanaman bawang yang diubahnya mampu menghasilkan panen sebanyak 350 kilogram yang berasal dari 15 kilogram bibit. Sedangkan 15 bidang tanah lainnya mengalami gagal panen. Sejak peristiwa itu, nama kedua orang itu semakin dikenal oleh masyarakat luas.

Ollivia dan suaminya juga mengelola berbagai jenis tanaman seperti tomat, cabai, kangkong, terong, sawi, bawang merah, serai, dan seledri di lahan seluas 60 meter persegi di halaman rumahnya.  Berkat usahanya yang sangat tekun dalam mengelola usaha ini, mereka mendapatkan tambahan pendapatan, termasuk biaya sekolah anak-anaknya.

“Saya sudah tidak pusing lagi dengan uang jajan anak-anak. Bahkan biaya sekolah untuk Ocin dan adik-adiknya, kami peroleh dari usaha ini,” ujar Ollivia.

Cerita oleh:
Ainun Ade Putri K
Community Facilitator Burung Indonesia

Aswin tengah mengemas pupuk organik cair buatannya (Foto: Burung Indonesia/Ainun Ade Putri)
id_ID