Batanghari, Kompas – Petugas patroli kehutanan menemukan ribuan batang kayu bulat dan olahan curian tertahan sepanjang 2 kilometer dalam alur Sungai Jerat di wilayah Hutan Restorasi Harapan, Kabupaten Batanghari, Jambi. Kayu pun langsung disita, tetapi pelakunya belum tertangkap.
Kompas bersama Tim Patroli Hutan Restorasi Ekosistem ”Harapan” dan Polisi Hutan Dinas Kehutanan serta anggota Kepolisian Resor Kabupaten Batanghari, Selasa (10/4), menemukan kayu-kayu curian itu terdiri atas 1.200 batang lebih kayu olahan berjenis meranti, mersawa, dan petaling dalam Sungai Jerat. Seluruh kayu diduga akan dialirkan menuju lokasi pengolahan kayu, sekitar Sungai Lalan, Kecamatan Bayunglencir, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, yang berjarak 8 kilometer.
Selain itu, masih ada lebih dari 700 kayu bulat berdiameter 30 sentimeter hingga 1 meter, dengan panjang 3 hingga 5 meter dalam anak sungai. Terdapat pula ratusan batang kayu olahan pada sejumlah titik lain di tepi-tepi sungai itu. Pelaku membangun jalur-jalur pelansiran kayu dari lokasi penebangan pohon menuju sungai. Pengangkutan kayu menggunakan lori.
Menurut Deputi Tim Patroli Hutan Restorasi Ekosistem Harapan, Kasadi, timnya mendapati kayu curian itu saat membuka akses patroli. ”Kami kaget melihat kayu-kayu sangat besar dalam sungai,” ujarnya.
Pihaknya langsung menelusuri jalur distribusi kayu dan memutus jembatan di Sungai Lalan. ”Namun, kami tidak menemukan pelakunya. Kami perkirakan mereka sudah lari saat mengetahui kehadiran kami,” lanjut Kasadi.
Kepala Seksi Pengendalian Bencana Kawasan Hutan Dinas Kehutanan Batanghari, Israwardi, mengatakan, terus berjaga di lokasi pembalakan untuk menangkap pelaku. Kayu yang disita akan diangkut ke kota Muara Bulian, untuk nantinya dilelang.
Makin mengerikan
Direktur PT Restorasi Ekosistem Harapan, Yusuf Cahyadin, mengatakan, ada upaya terorganisasi untuk merusak hutan dengan cara membalak, berlanjut dengan memperjualbelikan dan merambah lahan. Seluruh aktivitas ilegal ini semakin mengerikan, sebab dilakukan di sejumlah titik dalam hutan yang sama.
Pemodal diduga memobilisasi massa yang melibatkan warga miskin untuk membalak dan merambah. ”Penegakan hukum hanya menyentuh buruh di lokasi pembalakan. Pelaku utama aman dari jerat hukum,” ujar Yusuf.
Yusuf mengatakan, tidak hanya pembalakan, perambahan juga makin merajalela. Penjagaan telah diperkuat, tetapi gelombang kedatangan perambah dari berbagai daerah masih berlanjut. Saat ini dari 101.000 hektar Hutan Restorasi Ekosistem Harapan, sekitar 16.200 hektar di antaranya dirambah. Luas perambahan ini meningkat dibanding tahun 2010 sekitar 15.000 hektar. Perambahan terjadi di lima titik utama di wilayah timur dan utara hutan.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Tri Siswo menyebutkan, mobilisasi massa secara ilegal menjadi tren baru dalam pembukaan hutan negara. Sebagai contoh, praktik perambahan liar di kawasan hutan penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat di Kabupaten Merangin, tampak jelas diorganisasi kelompok pemodal besar setelah pihaknya menggelar operasi besar-besaran tahun 2011. Sekitar 8.000 hektar hutan negara telah dirambah menjadi kebun kopi dalam rentang hampir 10 tahun.
Bersamaan dengan itu, gelombang unjuk rasa memprotes operasi pun terjadi. Pihaknya menduga aksi-aksi itu hanyalah upaya pemilik modal guna mengamankan lahan yang dikelola ilegal itu. ”Kami akan tetap menegakkan hukum atas segala aktivitas ilegal dalam hutan,” kata Tri Siswo.
Hutan Harapan sebagai proyek percontohan hutan restorasi ekosistem dalam negeri, merupakan 20 persen dari total luas hutan alam dataran rendah Sumatera yang masih tersisa. Terdapat 293 spesies burung dari 425 spesies milik hutan dataran rendah Sumatera dalam hutan tersebut.
Sebanyak 37 jenis di antaranya merupakan spesies yang terancam punah. Selain itu, puluhan ekor harimau sumatera, gajah sumatera, dan satwa endemik lain. Kawasan ini juga sebagai hunian kelompok suku terasing Bathin IX yang sejak turun temurun tinggal dalam hutan. (ITA)
Sumber: Kompas.com