Skip to content Skip to footer

Mayarakat Talaud Lepas Sampiri Hasil Sitaan

Delapan puluh satu nuri talaud (Eos histrio) hasil penyitaan unit Buru Sergap (Buser) Polres Talaud, Sulawesi Utara, akhirnya dilepasliarkan kembali pada 29 Agustus 2014. Sebelumnya, pada 13 November 2013 tim Buser Polres Talaud yang dipimpin Bripka Victor Beyah dan Brigadir Aster Tindige berhasil menggagalkan upaya penyelundupan 111 nuri talaud dari Desa Bowombaru, Kecamatan Melonguane Timur, Kepulauan Talaud.

Nuri talaud merupakan burung endemis Kepulauan Talaud yang terancam punah. Badan konservasi dunia (IUCN) memasukkan burung berbulu merah dan biru ini dalam kategori Genting (Endangered). Hingga awal tahun 1990-an, burung berukuran 31 cm ini masih dapat ditemukan di Sangihe, Siau, Tagulandang, dan Salibabu. Namun, kini di tempat-tempat tersebut jenis ini diperkirakan sudah punah.

Nuri talaud kemungkinan kini hanya tersisa di Pulau Karakelang. Survey Burung Indonesia pada 2006 menemukan populasi nuri talaud di Karakelang hanya 2.652 ekor di delapan pohon tidur. Ancaman terhadap jenis ini terutama menyusutnya habitat dan perburuan untuk perdagangan.

Berdasar hasil penyelidikan, nuri talaud yang diselundupkan oleh seorang warga negara Filipina itu sebagian besar ditangkap dari Desa Bengel, Kecamatan Beo. Sehari setelah penyitaan, nuri talaud tersebut langsung dilepasliarkan ke hutan di dekat Beo. Sayangnya, tidak ada satupun sampiri—sebutan nuri talaud dalam bahasa setempat—yang dapat terbang. “Sebab, bulu-bulu primer sayap sampiri itu telah dicabut,” ujar Michael Wangko, Ketua Komunitas Pecinta Alam Karakelang (KOMPAK) yang aktif mengawal proses penyidikan kasus ini.

Selain itu, sepuluh sampiri mati dalam kandang besi sebelum dilepaskan kembali di Beo. Sementara itu, enam sampiri di tahan di Polres Talaud untuk proses penyidikan. Pada 16 November 2013, Michael yang juga anggota Masyarakat Mitra Polisi Hutan (MMP) membawa 95 sampiri lain ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulut di Manado. Selanjutnya, bersama para polisi hutan dari BKSDA Sulut, keseluruhan sampiri tersebut diserahkan kepada Pimpinan Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki (PPST) di Bitung, Sulut, untuk direhabilitasi.

Setelah melalui proses rehabilitasi, kini bulu-bulu sayap nuri talaud itu telah tumbuh kembali dan siap dilepasliarkan. Pelepasliaran dilakukan oleh KOMPAK bekerjasama dengan World Parrot Trust Program Indonesia, PPST dan BKSDA Sulut di Air Terjun Ampadoap, Beo Timur. Acara yang dilakukan untuk menyambut Hari Konservasi tanggal 10 Agustus tersebut dihadiri oleh Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Talaud, tokoh lingkungan nasional dan daerah, maupun pemerintah daerah dan desa. (Hanom Bashari & Michael Wangko)

id_ID