Skip to content Skip to footer

Pelatihan Konservasi Berbasis Ekosistem

Pengamatan burung menjadi kegiatan yang menarik dalam pelatihan tematik konservasi kawasan (site conservation) Program Kemitraan Wallacea. Peserta yang sebagian besar adalah aktivis pemberdayaan masyarakat mengikutinya dengan sangat antusias. Bangun pagi kemudian berbagi perlengkapan dan jalur pengamatan burung, dilanjutkan dengan berkeliling desa dan hutan sekitar Desa Wae Sano, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.

Mengamati burung-burung liar menjadi kegiatan yang mengasyikkan. Momen ini  sengaja dirancang sebagai salah satu rangkaian pelatihan untuk memudahkan peserta mengenal konsep keragaman hayati dengan menjadikan burung sebagai salah satu pendekatannya. Melihat burung secara langsung di habitatnya untuk kemudian didiskusikan akan memudahkan peserta mendapat gambaran tentang keragaman hayati yang luas dan kompleks.

Selain teknis pengamatan burung, secara teori peserta juga memperoleh pemahaman tentang status konservasi jenis yang berlaku untuk burung ataupun taksa lainnya yang ada di Indonesia. Pemahaman tentang kategori status mulai dari  Extinct (EX) atau dinyatakan punah, hingga Least Concern (LC) atau Berisiko Rendah terhadap kepunahan.

Sementara itu, Daerah Penting bagi Burung atau Important Bird Area (IBA) dan Daerah Penting bagi Keragaman Hayati atau Key Biodiversity Area (KBA) juga dikenalkan kepada peserta. Di Indonesia saat ini telah terdapat 228 IBA yang diidentifikasi berdasarkan kriteria dan indikator yang ditetapkan oleh BirdLife International. Penentuan prioritisasi ini sudah dimulai semenjak 1994 dan banyak diadopsi oleh berbagai pihak di tingkat internasional sebagai dasar untuk penentuan prioritas kawasan penting lainnya bagi keragaman hayati, seperti AZE dan KBA.

KBA adalah pendekatan yang digunakan oleh Program Kemitraan Wallacea untuk melakukan intervensi aksi konservasi di 251 KBA darat dan 140 KBA laut. KBA bukanlah batas legal dalam pengelolaan kawasan konservasi, tetapi batas imajiner untuk memudahkan pengelolaan konservasi keragaman hayati.

Berbicara tentang IBA dan KBA, pasti pula berbicara tentang cara memantau kawasan konservasi. Adanya perangkat pemantauan seperti KBA monitoring form yang selama ini digunakan sangat membantu dalam proses pendataan perubahan kawasan. Semakin mudah lagi ketika saat ini dikembangkan aplikasi ODK Collect oleh Burung Indonesia sebagai perangkat pemantauan kawasan berbasis aplikasi Android yang tidak hanya mengurangi penggunaan kertas, tetapi juga mengefesiensikan waktu dan tenaga untuk meramunya menjadi database.

Berbagai kemudahan itu diharapkan akan memudahkan proses pemantauan kawasan dimana mitra bekerja. Saat ini, aplikasi ini masih dalam pengembangan; momen pelatihan sekaligus digunakan untuk melakukan pengecekan ulang dan mendapatkan masukan dari peserta tentang penggunaan di lapangan nantinya.

Pelatihan ini diorganisir oleh Yayasan Penabulu dan Burung Indonesia dengan dukungan pendanaan dari Critical Ecosystem Partnership Fund (CEPF), berlangsung pada 13-16 Januari 2018 dan dihadiri oleh para mitra Program Kemitraan Wallacea seperti Perkumpulan Sampiri, IDEP Selaras Alam, IMUNITAS, Perkumpulan Wallacea, Fakultas Kehutanan UNANDA, Fakultas Perikanan UNANDA, Yayasan Bumi Sawerigading, Perkumpulan Payo-Payo, Balang Institute, Rainforest Alliance, Perkumpulan Salanggar, Universitas Halmahera, AMAN Maluku Utara, YPPM, KKI, Yakines, Yayasan Tunas Jaya, KSP, WTM, Yayasan Ayu Tani Mandiri, Yayasan Tananua Flores, dan IBSCD. (DEN)

***

Program Kemitraan Wallacea merupakan program kemitraan yang dilaksanakan oleh Burung Indonesia atas dukungan Critical Ecosystem Partnership Fund (CEPF) untuk meningkatkan kapasitas dan peran organisasi masyarakat sipil dalam pelestarian keragaman hayati di kawasan biogeografi Wallacea

id_ID