Skip to content Skip to footer

Tata Kelola Hutan Lestari Melalui Sistem Verifikasi Legalitas Kayu di Manggarai Barat

Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) merupakan sebuah sistem yang memverifikasi keterlusuran asal usul hasil hutan kayu dari hulu ke hilir melalui skema sertifikasi. SVLK terdiri dari standar legalitas, kriteria, verifier, metode verifikasi, dan norma evaluasi. Banyak pihak mengharapkan  SVLK dapat menjadi alat untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari dan tata kelola kehutanan yang lebih baik.

SVLK telah diundangkan melalui Permenhut No. P.30/Menlhk/Setjen/PHPL.3/3/2016 tentang Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin, Hak Pengelolaan, atau Pada Hutan Hak , yang dalam perkembangannya mengalami beberapa kali perubahan. Dengan demikian, SVLK hukumnya menjadi mandatori untuk diterapkan di semua unit manajemen hutan, termasuk hutan rakyat atau hutan hak.

Meskipun implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu adalah keharusan menurut peraturan perundangan-undangan, namun pelaksanaannya di lapangan masih cukup jauh dari harapan. Banyak daerah yang belum mengimplementasikan SVLK ini sebagai instrumen dalam tata kelola kehutanan, termasuk Kabupaten Manggarai Barat. Hal ini terutama disebabkan oleh  minimnya penyadartahuan tentang SVLK di wilayah timur Indonesia.

Untuk itu, Burung Indonesia bersama Komite Mbeliling atas dukungan Uni Eropa menyelenggarakan kegiatan focus group discussion (FGD) dengan topik percepatan implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) di Manggarai Barat yang digelar di LaPrima Hotel, Labuan Bajo, Selasa (20/03). Kegiatan ini merupakan salah satu upaya untuk mempercepat pelaksanaan SVLK di Kabupaten Manggarai Barat dengan menyebarluaskan informasi dan peningkatan pemahaman bersama tentang sistem ini termasuk proses pelaksanaannya.

Menurut Flores Programme Manager Burung Indonesia, Tiburtius Hani, meskipun implementasi sistem verifikasi legalitas kayu adalah keharusan menurut peraturan perundangan-undangan, namun pelaksanaannya di lapangan masih cukup jauh dari harapan. Banyak daerah yang belum mengimplementasikan SVLK ini sebagai instrumen dalam tata kelola kehutanan, termasuk Kabupaten Manggarai Barat.

Hamparan kebun jati di Desa Poco Golo Kempo, Kecamatan Mbeliling, Manggara Barat.

“Salah satu tujuan SVLK adalah untuk mencegah praktik penebangan kayu secara ilegal, sekaligus meningkatkan nilai jual. Kalau sudah tersertifikasi, maka akses penjualan produk berbahan dasar kayu seperti meubel pun akan meluas,” ujarnya.

Meskipun telah diformalkan permenhut, dalam perkembangannya SVLK mengalami beberapa kali perubahan. Sementara itu, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PPHH Kementerian LHK), Rufiie, mengatakan dengan SVLK produk kayu asal Indonesia telah diterima oleh negara-negara di Uni Eropa, sebab mereka hanya menerima kayu legal. Oleh sebab itu, potensi kayu di Manggarai Barat memiliki kesempatan yang besar juga untuk menjadi komoditi bernilai tinggi jika melalui proses verifikasi ini.

Proses percepatan penerapan SVLK ini pula mendapat dukungan langsung dari Bupati Kabupaten Manggarai Barat, Agustinus Ch. Dula. Ia berharap FGD ini menjadi titik awal untuk menguatkan industri kayu di Manggarai Barat. Sebab Manggarai Barat memiliki potensi kayu yang sangat besar. “Pemasaran kayu dapat berjalan baik jika memiliki legalitas dan sertifikasi. Ini adalah langka awal, sebab sistem ini belum diimplementasikan di Mabar,” ujarnya.

FGD ini merupakan bagian dari upaya penguatan peran serta para pihak nonpemerintah dalam tata kelola kehutanan di Indonesia yang diinisiasi oleh kemitraan global BirdLife International melalui pendanaan dari dana hibah Uni Eropa yang diselenggarakan di empat negara yakni Indonesia, Malaysia, Filipina dan Papua Nugini.

Salah satu usaha mebel di Kota Labuan Bajo

Proyek ini dirancang mendukung proses pemantauan, perencanaan dan penguatan kebijakan kehutanan termasuk inisiatif Forest Low Enforcement, Governance and Trade-Voluntary Partnership Agreement (FLEGT-VPA) dan Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation (REDD+).

Menindaklanjuti pemberlakuan SVLK yang telah berjalan selama 10 tahun di Indonesia, maka para pihak terkait di Kabupaten Manggarai Barat bersepakat untuk menginisiasi implementasi kebijakan ini dengan membentuk Tim Koordinasi Percepatan Pelaksanaan SVLK (TKP2S) di Kabupaten Manggarai Barat. Tim ini rencananya akan bersekertariat di kantor Badan Perencanaan, Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daera (BP4D) Kabupaten Manggarai Barat.

Untuk mendorong inisiatif percepatan implementasi SVLK, Burung Indonesia rencananya akan membuat nota kesepahaman dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Barat sebagai bentuk komitmen dan dukungan terhadap implementasi SVLK di antara kedua belah pihak. Nota kesepahaman ini juga akan berperan sebagai dasar kerja sama antara kedua pihak dan dasar pembentukan TKP2S.

id_ID