Pada 2 November 2015 lalu tim Burung Indonesia bersama Taman Nasional Manupeu Tanadaru (TNMT) berhasil menggagalkan upaya penyeludupan 985 ekor branjangan jawa Mirafra javanica yang akan diperdagangkan ke luar Pulau Sumba. Upaya penggagalan ini merupakan aksi ketiga yang berhasil dilakukan tim Burung Indonesia dan TNMT sejak 2009. Branjangan jawa yang hendak diselundupkan tersebut diambil dari Kabupaten Sumba Timur. Rencananya burung-burung tersebut akan dibawa keluar Sumba melalui Pelabuhan Waikelo di Kabupaten Sumba Barat Daya.
Aksi penangkapan ini diawali dari laporan warga Desa Kadumbul di Kabupaten Sumba Timur. Warga memberitahukan akan ada pembeli burung branjangan jawa dari Bima (Nusa Tenggara Barat) yang akan membeli dan mengangkut burung liar ini menggunakan mobil APV hitam. Berdasarkan informasi ini jajaran Polisi Hutan (Polhut) TNMT menghubungi Burung Indonesia untuk turut memantau jalur transportasi sepanjang trans-Sumba.
Pemantauan yang dilakukan sejak siang hari akhirnya membuahkan hasil. Pada pukul 23.55 WITA tim melihat kendaraan yang memiliki ciri-ciri serupa dengan yang dilaporkan warga desa. Penyergapan pun dilakukan dengan sedikit aksi kejar-kejaran antara tim Burung Indonesia dengan pelaku. Pelaku pun tertangkap dan segera digiring ke kantor polisi terdekat. Setelah diperiksa, di dalam mobil itu tim menemukan 20 kardus berisi burung branjangan jawa. Total ada 985 ekor branjangan jawa yang diangkut berdesak-desakan dalam 20 kardus.
Hasil pemeriksaan polisi menunjukkan pengemudi yang membawa barang tersebut hanya seorang kurir. Sementara calon pembeli sudah menunggu di Pelabuhan Waikelo. Setelah ditelusuri lebih lanjut, pengemudi sudah menghubungi pembeli sesaat setelah penyergapan terjadi melalui SMS. Akibatnya tidak dapat dilakukan penyelidikan lebih lanjut terhadap pembeli utama tersebut.
Kurir tersebut mengaku sudah tiga kali mengantarkan burung ke Pelabuhan Waikelo di tahun ini untuk dijual, dua diantaranya berhasil dilakukan. Namun, ia tidak mengetahui pasti kemana burung-burung tersebut akan dijual. Pelaku yang tertangkap merupakan dua orang pemuda asal kabupaten Bajawa masing-masing berumur 19 tahun (sopir) dan 16 tahun (rekan supir).
Burung Indonesia hanya melakukan penyadartahuan terhadap kurir yang tertangkap. Penyadartahuan yang dilakukan terutama tentang pentingnya burung bagi ekologi Pulau Sumba. Setelah mendapat pembinaan, pelaku berjanji untuk tidak melakukan aksi serupa kembali. Sementara burung hasil sitaan dilepasliarkan kembali pada 3 November 2015. Pelepasliaran tersebut dilakukan sesegera mungkin untuk menghindari kematian burung. Tercatat 18 branjangan jawa yang disita sudah mati lemas di perjalanan.
Burung branjangan jawa saat ini tidak masuk dalam daftar CITES atau hewan dilindungi di Indonesia. Habitat alaminya di Pulau Sumba berupa padang savana serta sawah-sawah kering yang usai dipanen. Saat ini burung branjangan jawa banyak terdapat di Sumba khususnya di Kabupaten Sumba Timur. Meski tidak masuk dalam daftar terancam punah, keberadaanya di alam liar memiliki fungsi ekologi yang penting, antara lain sebagai pengendali hama alami bagi berbagai komoditas pertanian.
Karena itulah sebagian masyarakat Sumba sadar akan nilai pentingnya dalam kehidupan mereka dan memiliki kesadaran untuk melaporkan kasus serupa. Namun, harga jual yang menggiurkan memancing sebagian masyarakat untuk melakukan penangkapan berlebihan. Melalui penelusuran di dunia maya diketahui branjangan jawa cukup marak diperdagangkan dengan nilai jual antara Rp50.000—Rp2-juta per ekor. Jika penangkapan tidak terkendali terus terjadi sepanjang tahun, dikhawatirkan dapat terjadi kepunahan lokal jenis ini di Pulau Sumba.
Saat ini Burung Indonesia dan Taman Nasional di Pulau Sumba terus aktif memberikan penyadartahuan tentang pentingnya burung bagi ekologi dan kelangsungan hidup semua individu di dunia, termasuk di Pulau Sumba. (Benny Aladin Siregar)