BirdLife Indonesia Association Award kembali menghadirkan tiga tokoh yang memiliki kepedulian terhadap pelestarian lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati berikut upaya-upaya tak kenal batas. Di tengah pandemi yang menyebabkan banyak ketidakpastian, ketiganya seakan memberi harapan dari upaya pelestarian lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati yang menjadi agenda besar di seluruh dunia. Tokoh-tokoh ini pula yang mengingatkan kita bahwa alam dan sumber daya yang ada di dalamnya merupakan harta tak ternilai yang semestinya dipertahankan kelestariannya. Mereka juga menjadi contoh bagaimana upaya pelestarian lingkungan bisa dilakukan oleh siapa saja.
Adalah Daud Lewumbani, seorang pria asal Sumba Timur yang aktif bergiat mendampingi masyarakat di Kecamatan Lewa Tidahu, Sumba Timur. Pria kelahiran 48 tahun silam ini berhasil menginisiasi peraturan desa yang mendorong perlindungan mata air sekaligus mengupayakan rehabilitasi hutan dan lahan desa. Ia juga menginisiasi kegiatan pembuatan hutan keluarga dengan menanam puluhan ribu tanaman hutan di lahan seluas 5 hektare. Hutan keluarga ini sendiri mampu menghasilkan pohon dengan nilai ekonomi tinggi. Ia pun mendorong masyarakat di sekitar kawasan hutan untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta mengembangkan pangan lokal, budidaya hortikultura, tanaman perkebunan dan energi terbarukan. Daud juga melakukan pembibitan secara mandiri yang kemudian dibagikan kepada masyarakat di dalam dan di luar Desa Bidipraing, serta menginisiasi Gempo (Gerakan Menanam Pohon) yang mendorong setiap keluarga untuk menanam 100 pohon setiap tahun.
Daud Lewumbani di area kebun kediamannya. (Foto: Burung Indonesia/Muhammad Meisa)
Sementara itu dari Negeri Buano Utara, Seram Bagian Barat, seorang kewang bernama Sudin Mahelatu menghadirkan cara melindungi laut sekaligus menjaga adat dan kearifan lokal. Selama 30 tahun ia konsisten menjalankan tugasnya sebagai kewang laut di tengah perubahan zaman yang menggerus nilai-nilai adat dan membei contoh bagaimana praktik penangkapan ikan yang berkelanjutan tetap bisa dilakukan. Pada tingkat pemerintahan, Sudin memegang peranan penting dalam pengambilan keputusan di tingkat negeri yang mendorong terbentuknya peraturan desa yang mengatur daerah perlindungan laut, serta aktif memediasi konflik-konflik terkait pemanfaatan pesisir.
Sudin Mahelatu tengah mengendalikan perahunya sepulang melaut (Foto: Rekam Nusantara/Rifky)
Peraih penghargaan BIA Award 2020 lainnya adalah Hendrikus Hibur. Ia mengembangkan model pertanian terpadu yang menghubungkan kegiatan agroforestri, kolam ikan, dan pakan ternak. Selain menerapkan teknik konservasi tanah dan air dengan teras dan jebakan air, pria asal Manggarai Barat, Flores ini juga mengembangkan berbagai jenis kebun agroforestri yang memiliki nilai konservasi yang produktif secara ekonomi. Hendrik juga bergiat sebagai ketua kelompok Gelora Jaya yang aktif melakukan kegiatan pemantauan layanan alam dan terlibat dalam kegiatan sertifikasi legalitas kayu. Tak hanya itu, sebagai bentuk kecintaannya terhadap alam, ia pun merelakan kebun jatinya sebagai kebun percontohan penanaman kayu jati seperti perawatan dan sumber benih.
Hendrikus Hibur di area kebun jatinya di Desa Poco Golo Kempo, Manggarai Barat, Flores (Foto: Burung Indonesia/Muhammad Meisa)
Upaya-upaya yang dilakukan oleh ketiga tokoh masyarakat di Indonesia timur tersebut setidaknya memberi nyawa tersendiri bagi Burung Indonesia. “Penganugerahaan BIA Award ini merupakan penghormatan bagi individu-individu yang telah berkontribusi pada pelestarian lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati di Indonesia. Ini merupakan kali kedua BIA Award dianugerahkan dan akan terus dilaksanakan sebagai bagian dari komitmen Burung Indonesia dalam mendorong pelestarian burung dan habitatnya di tingkat tapak. Kami juga optimis muncul champion-champion lain yang menginspirasi kita semua untuk tidak lelah melestarikan lingkungan.” ujar Direktur Eksekutif Burung Indonesia, Dian Agista. (ARI)