Skip to content Skip to footer

Burung dan “Sasi” (Bagian 1)

Masyarakat Kailolo masih memegang teguh “sasi” untuk burung momoa (Eulipoa wallacei). Hanya orang yang ditunjuk saja yang boleh memanen telur burung momoa.

Momoa atau gosong maluku Eulipoa wallacei (Foto: Paulo Alves/Burung Indonesia)

Momoa atau gosong maluku Eulipoa wallacei (Foto: Paulo Alves/Burung Indonesia)

Bukan rahasia lagi, untaian kekayaan alam Nusantara ini sepanjang umur negeri telah dikuras untuk memenuhi kebutuhan hidup penghuninya. Alih-alih memperbarui, melestarikan dan menjaga kekayaan yang sudah ada pun, masih belum menjadi budaya mayoritas masyarakat Indonesia. Sehingga, lambat laun kita akan mengalami kesulitan dahsyat, yakni habisnya sumber daya alam yang menjadi sandaran hidup seluruh umat manusia.

Tetapi untunglah, masih ada segelintir orang yang peduli alam, yang senantiasa melakukan upaya-upaya penyelamatan terhadap apa yang masih tersisa di Bumi. Di antara segelintir kaum peduli itu, ternyata justru masyarakat adat yang jauh dari terpaan informasi dan hidup dengan segala keterbatasan yang sangat sadar untuk melestarikan lingkungan sandaran hidup mereka. Mereka menyebut aturan adat untuk melestarikan alam itu dengan “sasi”.

Kelompok masyarakat adat yang dikenal masih sangat menjunjung tinggi adat itu adalah masyarakat adat di Kepulauan Maluku, terutama yang tinggal di pulau-pulau kecil. Salah satu kelompok adat yang masih memegang kukuh aturan “sasi” adalah penduduk Desa Kailolo di Pulau Haruku, pulau kecil seluas 138 km persegi, yang terletak di timur Pulau Ambon, dan di selatan Pulau Seram.

Masyarakat Kailolo masih memegang teguh “sasi” untuk burung momoa (Eulipoa wallacei). Hanya orang yang ditunjuk saja yang boleh memanen telur burung momoa, yang memang biasa bertelur secara komunal di pantai di wilayah Desa Kailolo, Haruku. Tempat bertelur komunal ini dipilih untuk mengatasi tekanan predator maupun kekurangcocokan lingkungan tempat bertelur. Diperkirakan, dalam setahun ada 50.000 butir telur momoa yang bisa dipanen di pantai Kailolo. Dengan adanya sasi yang mengatur pemanenan telur momoa, masyarakat setempat berharap, momoa dapat terus lestari dan memberikan mereka penghidupan karena “nafasnya” terjaga.

Burung momoa sendiri adalah salah satu jenis burung endemis Maluku yang termasuk dalam famili Megapodiidae. Dengan ukuran tubuh yang hanya sekitar 30 sentimeter, momoa sanggup bertelur sebesar sepertiga ukuran tubuhnya. Telur dengan panjang sekitar delapan sentimeter dan lebar lima sentimeter itu kira-kira dua kali ukuran telur ayam. Hebatnya lagi, seekor momoa mampu bertelur sebanyak sepuluh butir sekaligus dalam setahun.

Induk betina momoa biasa bertelur pada malam hari. Menjelang malam, ia akan menuju pinggir pantai untuk bertelur. Selanjutnya, telur dibenamkan ke dalam lubang yang telah digalinya sendiri. Setelah merasa telurnya aman, si induk akan meninggalkan telur-telur itu untuk melanjutkan mencari ikan.

Proses pengeraman selanjutnya berlangsung tanpa campur tangan si induk. Telur dierami oleh panas matahari, panas bumi, atau panas yang dihasilkan oleh pembusukan sampah dengan masa inkubasi lebih dari 60 hari. Bila telah cukup waktu untuk menetas, anak momoa akan berusaha keluar sendiri dari cangkangnya, merangkak-rangkak, dan meraih hidupnya sendiri. Inilah salah satu keunikan yang membedakan momoa dari 22 jenis keluarga Megapoda lainnya.

Dalam buku Ekologi Megapoda Maluku (Heij, 1997) disebutkan bahwa sebenarnya momoa tidak hanya hidup di Kailolo. Burung unik ini bisa ditemukan di Kepulauan Halmahera, Bacan, Baru, Seram, Ambon, bahkan sampai Misool (Papua).

Umumnya momoa hidup di daerah pegunungan tropika, terutama hutan dan perbukitan dengan ketinggian 700-1.950 mdpl. Namun, kadang-kadang mereka juga mendiami daerah dataran rendah, pantai yang terbuka, dan tanah atau semak-semak. Burung ini cenderung hidup soliter atau berpasangan dengan sistem monogami. (Yusup Cahyadin/Hanom Bashari)

***

Publikasi ini merupakan seri arsip artikel Majalah Burung yang sempat beredar pada kurun waktu 2006-2011. Informasi mengenai status burung telah diperbarui dengan status teraktual.

Search

Burung Indonesia adalah anggota kemitraan global BirdLife International
© 2022 Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia (Burung Indonesia)

en_USEnglish