Serindit sangihe merupakan jenis paruh bengkok berukuran kecil endemis Pulau Sangihe, Sulawesi Utara. Panjang kepala hingga ekornya hanya sekitar 12 cm, kurang dari sejengkal.
Serindit sangihe (Foto: Burung Indonesia/Hanom Bashari)
Jenis ini mudah dikenali karena berbulu dominan hijau dengan tunggir, ujung ekor, dan penutup ekor bawah merah. Selain itu, serindit sangihe jantan memiliki dahi serta tenggorokan merah. Hingga tahun 1990-an, burung bernama latin Loriculus catamene ini diduga tidak umum. Karena itu, serindit sangihe semula ditetapkan sebagai jenis terancam punah dengan status Rentan mengingat daerah sebarannya yang terbatas di satu pulau kecil.
Namun, penelitian Jon Riley dari University of York, Inggris, pada kurun 1998-1999 membuktikan bahwa burung yang memiliki suara melengking ini cukup umum di Sangihe. Burung ini kerap dijumpai dalam kelompok kecil terdiri atas 1-4 ekor. Populasinya diperkirakan berkisar antara 6.700—31.000 individu dewasa. Karena itu, status jenis ini diturunkan menjadi Mendekati Terancam punah.
“Rupanya, serindit sangihe mampu beradaptasi dengan habitat sekunder,” ujar Jihad, Bird Conservation Officer Burung Indonesia. Burung ini kerap mampir di tepian hutan, hutan sekunder, perkebunan kelapa, hingga ke kebun warga. Serindit sangihe memang gemar menghisap nektar bunga, khususnya bunga kelapa. Meskipun demikian, habitat terpenting serindit sangihe adalah Gunung Sahendaruman.
Gunung Sahendaruman merupakan gunung berapi mati di pulau seluas 58.200 hektar tersebut. Gunung ini merupakan satu-satunya area berhutan primer di Pulau Sangihe. Meski luasnya hanya sekitar 500 hektar, tetapi Sahendaruman merupakan habitat bagi delapan burung endemis Sangihe. Empat jenis di antaranya terancam punah dengan status Kritis dan satu jenis Genting.
Jenis Kritis itu meliputi seriwang sangihe (Eutrichomyias rowleyi), anis-bentet sangihe (Colluricincla sanghirensis), kacamata sangihe (Zosterops nehrkorni) dan udang-merah sangihe (Ceyx sangirensis). Sementara jenis Genting endemis yaitu burung-madu sangihe (Aethopyga duyvenbodei).
Sahendaruman sendiri saat ini termasuk dalam Daerah Penting bagi Burung dan Keragaman Hayati (DPB) yang dalam bahaya. Di Indonesia, dari 228 DPB yang diakui BirdLife International, ada dua yang masuk dalam kategori dalam bahaya. Selain Sahendaruman, DPB dalam bahaya lain yaitu Pulau Siau.*