Maluku Utara merupakan wilayah kepulauan yang kaya akan sumberdaya alam, seperti pertanian, kehutanan, sumberdaya mineral, perikanan, kelautan, dan pariwisata. Namun demikian kondisi kepulauan dengan ratusan pulau-pulau kecil yang dimilikinya membuat Maluku Utara lebih rentan terhadap dampak kerusakan lingkungan.
Hal ini terungkap dalam seminar nasional bertema “Optimalisasi Pengelolaan Sumberdaya Alam Menuju Pembangunan Berkelanjutan di Maluku Utara” yang digelar BAPPEDA Provinsi Maluku Utara dan Burung Indonesia di Bela International Hotel, Ternate, Selasa (15/5).
Gubernur Maluku Utara dalam sambutannya yang disampaikan oleh Wakil Gubernur, Abdul Gani Kasuba, dalam kesempatan tersebut berharap agar seminar dapat mendiskusikan langkah-langkah antisipatif dalam pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan.
Menurut Gubernur, tantangan untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan diantaranya dengan mencegah pelanggaran tata ruang dan tata guna lahan, menghindari eksploitasi sumberdaya alam tanpa kendali, dan mencegah kerusakan ekosistem dan lingkungan hidup yang dapat mengganggu kelangsungan pembangunan. Upaya pembangunan ekonomi melalui pemanfaatan sumberdaya alam perlu lebih dioptimalkan.
“Perlu adanya partisipasi dan kesadaran para pihak dalam pengelolaan sumberdaya alam berbasis pelestarian dengan mendayagunakan teknologi ramah lingkungan” kata Gubernur dalam sambutannya.
Syafrudin yang mewakili Kepala Bappeda Provinsi Maluku Utara menyatakan bahwa dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2009-2013 telah dicantumkan program peningkatan pengelolaan lingkungan hidup. “Salah satu programnya adalah pencegahan dan pengendalian kerusakan dan pencemaran” katanya. Pemda juga akan melakukan peningkatan pengelolaan sumberdaya alam, konservasi, dan rehabilitasi, serta pengelolaan kawasan pesisir laut.
Salah satu terobosan kebijakan dalam pembangunan nasional untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sekaligus menjaga kelestarian sumberdaya alam adalah dengan mendorong ekonomi hijau. Dr. Aceng Hidayat, Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan IPB, memaparkan bahwa ekonomi hijau merupakan “win-win solution” penyelesaian benturan kepentingan kebijakan pelestarian lingkungan dan pertumbuhan ekonomi, termasuk pengentasan kemiskinan. Ekonomi hijau tidak memfokuskan pada eksploitasi sumberdaya alam dengan berlebihan. “Urgensi diterapkannya ekonomi hijau diantaranya karena telah terjadi penurunan kualitas lingkungan dan sumberdaya” katanya.
Ir. Diah Indrajati, M.Sc. dari Direktorat Fasilitasi Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup Kementerian Dalam Negeri menyatakan bahwa salah satu landasan kebijakan perencanaan dan program pembangunan perlu dilakukan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Seperti disebutkan dalam Undang-Undang No.23 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, KLHS merupakan serangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dalam pembangunan wilayah. (M. Muslich)
Foto seminar dapat dilihat disini
{jcomments on}