Skip to content Skip to footer

Navigasi dalam Migrasi: Kompas Ajaib Burung-burung Migran

Lebih seringlah menengadah ke langit. Jika kamu melihat burung-burung melintasapalagi dalam jumlah banyak, bisa jadi mereka datang dari bumi bagian utara. Migrasi adalah petualangan terbesar dalam kehidupan burung. Ini bukan perjalanan yang mudah, sebab risiko besar menanti mereka di depan samudera. Tak sedikit dari mereka yang mati sebelum menginjak tanah idaman/perantauannya di dunia tropis.

Burung-burung migran harus menyeberangi lautan, melintasi padang pasir, dengan risiko terjebak badai atau menjadi santapan pemangsa. Setibanya di lokasi tujuan, tak jarang kompetisi dengan burung lokal ataupun penetap menyebabkan nyawa melayang tanpa raga.

Burung migran memiliki kemampuan menemukan rute perjalanan dari satu lokasi migrasi ke lokasi lainnya. Kemampuan itu masih menimbulkan kekaguman para ilmuwan. Sebab, hingga saat ini belum ada teori yang spesifik dan akurat yang dapat menjelaskan bagaimana burung bernavigasi.

Memori spasial burung yang kompleks mampu menciptakan peta ingatan lokasi-lokasi yang mereka kenal, termasuk hubungan antarlokasi, dan tanda-tanda dan bentang alam yag istimewa. Kemampuan ini juga dapat menghubungkan lokasi-lokasi yang pernah dikunjungi dan memperkirakan rute penerbangan teraman.

Agar dapat dengan mulus tiba di lokasi migrasi, burung migran tidak cukup hanya mengandalkan orientasi arah. Mereka memiliki kemampuan navigasi lainnya serupa kompas matahari yang diketahui pertama kali oleh Gustav Kramer, peneliti burung, pada 1950. Dengan kompas dan bantuan “jam” pada tubuhnya ini, burung-burung migran dapat mengurangi risiko kehilangan arah dan memperhitungkan pergerakan matahari.

Berbeda dengan jenis burung-burung malam. S.T. Emlen, ahli zoologi asal Amerika Serikat pada 1967, menemukan bukti bahwa burung-burung malam menggunakan bintang sebagai kompas. Mereka mengorientasikan diri pada gerak putar keseluruhan bintang di langit.

Di atas khatulistiwa, bintang-bintang tampak bergerak cepat. Namun, mendekati kutub kecepatannya berkurang. Sebab tepat di atas kutub, bintang akan “berhenti” atau dikenal sebagai titik perputaran langit. Selain itu, bantuan orientasi penerbangan bagi burung-burung malam adalah magnet Bumi.

Penelitian Institut Zoologi di Jerman berhasil membuktikan melalui pengujian perilaku jenis prenjak kutub dan sikatan berdada putih di bawah langit berbintang artifisial di laboratiorium. Kedua jenis tersebut biasa terbang ke arah barat daya.

Dalam rangkaian pengujian tersebut, kedua jenis burung berhasil mengarahkan diri ke arah barat daya secara tepat saat mengorientasikan diri pada medan magnet Bumi. Sedangkan, jika medan magnet Bumi diubah, mereka akan terbang ke arah selatan.

Kemampuan andal burung bernavigasi kemudian memunculkan pertanyaan dari para ahli: Di mana “kompas” para burung itu berada? Sejumlah ahli biologi dari Frankfurt, Jerman, menemukan kristal-kristal magnetik renik pada kulit bagian atas dekat paruh pada jenis burung merpati pos. Mereka menduga, kristal ini berhubungan dengan kinerja otak sebagai alat orientasi. Tetapi, peran kristal magnetis sebagai alat navigasi burung belum dapat dipastikan.

Kompas burung ini tidak membedakan arah utara atau selatan, tetapi mengetahui arah kutub dan khatulistiwa. Oleh sebab itu, burung akan mencatat sudut inklinasi antara garis medan magnet dengan permukaan bumi karena sudut ini lebih dekat ke garis khatulistiwa daripada ke kutub agar mengetahui pada garis lintang berapa mereka berada. Burung-burung migran menggunakan ketiga kompas ini sesuai kebutuhan. Kompas matahari atau bintang digunakan saat awal perjalanan. Sedangkan untuk mengorientasikan perjalanan jarak jauh, mereka mamanfaatkan kemampuan kompas magnet.

Lalu, bagaimana cara mereka kembali ke tempat asalnya? Sebagian orang meyakini burung-burung migran menyimpan memori peta topografi migrasi di otaknya. Sementara yang lain menduga, burung berorientasi pada cahaya, tekanan udara, atau aroma lingkungan daerahnya.

Jenis burung-burung migran

Anatidae, Scolopacidae, Accipitridae, Muscicapidae, Alcedinidae, dan Sylviidae adalah beberapa contoh keluarga jenis burung migran. Banyak jenis burung seperti layang-layang dan warbler bermigrasi ke lokasi yang hangat dan kaya akan jenis serangga. Mereka umumnya bermigrasi pada malam hari mengandalkan bulan dan bintang sebagai penunjuk arah. Di siang hari, para layang-layang memanfaatkan matahari untuk menunjukkan arah.

Biru-laut ekor-hitam, salah satu jenis dari famili Scolopacidae.

Kemampuan burung melakukan perjalanan jauh serupa dengan pelaut ulung yang andal bertualangan di samudera. Aktivitas migrasi burung-burung migran bukan sekadar untuk mencari makanan berlimpah di bawah khatulistiwa, tetapi juga untuk mempertahankan diri demi kelangsungan hidup dan keturunannya.

Maka tak heran jika mereka menempuh ribuan mil untuk untuk kembali dari tempatnya mencari makan ke tempat asalnya di utara. Burung-burung migran adalah petualang yang tangguh dan tak kenal kompromi dalam menjalani hidup dan takdirnya. Maju terus, pantang mundur!

***

Indonesia merupakan salah satu wilayah transit dan tujuan bagi berbagai burung migran dari berbagai penjuru dunia. Salah satu jenis burung migran yang menjadikan Indonesia sebagai destinasi utama adalah elang. Burung pemangsa ini terbang melalui jalur yang dikenal dengan sebutan Koridor Daratan Timur (East Asia Continental Flyway) yang terbentang dari jalur Siberia ke Asia Tenggara.

Diperkirakan, sekitar satu juta individu burung pemangsa akan melintasi Koridor Daratan Timur yang panjangnya diperkirakan sekitar tujuh ribu kilometer. Salah satu lokasi yang menjadi spot pengamatan migrasi burung raptor adalah Bukit Paralayang di Puncak, Bogor, Jawa Barat.

Kami mengajak kawan-kawan untuk ikut mengamati migrasi burung raptor bersama pada Sabtu, 28 Oktober 2017, pukul 07.000 WIB di Bukit Paralayang, Puncak, Bogor. Ajak serta keluarga atau kerabat yang tertarik untuk menyambut para pengembara dari utara ini. Informasi lengkap: (WA/LINE) 0811-11454-88.

Search

Burung Indonesia adalah anggota kemitraan global BirdLife International
© 2022 Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia (Burung Indonesia)

en_USEnglish