Skip to content Skip to footer

Rilis – Trulek Jawa, Burung Langka di Lahan Basah

BOGOR, BURUNG INDONESIA—Berkurangnya lahan basah membuat keberadaan burung air terdesak. Padahal, kehadiran burung air merupakan indikator alami kualitas lingkungan di kawasan tersebut. Lahan basah yang rusak tidak akan mampu menyokong sejumlah besar populasi burung air. Hutan mangrove dan hamparan lumpurnya, rawa, atau sawah merupakan tipe habitat lahan basah yang mereka sukai. Di lahan tersebut mereka mencari makan, beristirahat, dan berbiak.

Salah satu jenis burung air yang nasibnya mengkhawatirkan di lahan basah adalah trulek jawa (Vanellus macropterus). Burung yang hidup di Pulau Jawa (endemik Jawa) ini, dikhawatirkan mendekati kepunahanan.

Trulek jawa merupakan burung berukuran 27-29 cm dengan kepala hitam dan kaki panjang kekuningan. Ia memiliki kebiasaaan tinggal di wilayah rawa yang luas, muara sungai, serta genangan air di lahan basah saat musim hujan. Perburuan, penangkapan, dan hilangnya habitat alami merupakan ancaman utama terhadap populasinya yang tergolong kecil.

Burung yang termasuk salah satu paling langka di dunia ini, terakhir kali terlihat tahun 1939 di Pantai Meleman, pesisir selatan Jawa. Sejak itu, tidak pernah tercatat lagi kehadirannya. Pemerintah Indonesia menetapkannya sebagai jenis dilindungi sejak tahun 1978. Hingga kini, para ahli burung masih melacak keberadaan burung berstatus Kritis (Critically Endangered/CR) ini, melalui survei dan ekspedisi di sepanjang pesisir pantai maupun lahan basah di Pulau Jawa.

Lahan basah merupakan daerah peralihan antara daratan dengan perairan yang tanahnya selalu digenangi air, sehingga hanya ditumbuhi tanaman khas. Nenek moyang suku Jawa, Bali, dan Bugis telah memanfaatkan lahan basah (buatan) untuk menanam padi dengan menciptakan sawah sejak 6.000 tahun silam. Sedangkan lahan basah (alami) seperti rawa pasang surut sudah dimanfaatkan untuk menanam padi sejak zaman Majapahit.

Diperkirakan, luas lahan basah di Indonesia sekitar 20 persen dari luas daratannya atau mencapai 40 juta hektar. Semua tipe ekosistem lahan basah yang ada di dunia tercakup di lahan basah Indonesia seperti kawasan laut (marin), muara (estuarin), rawa (palustrin), danau (lakustrin), dan sungai (riverin).

Namun, lahan basah alami Indonesia terus menyusut akibat dialihfungsikan menjadi lahan pertanian, permukiman, atau tambak. Alasannya, lahan basah dianggap kurang produktif dan kurang bermanfaat. Padahal, lahan basah memiliki fungsi ekologis yang menjaga keseimbangan ekosistem daratan maupun perairan, baik itu habitat ataupun kehidupan tumbuhan dan satwanya. Lahan basah juga bermanfaat bagi manusia sebagai sumber produk makanan, bahan baku industri, dan obat.

Pembangunan dan pengelolaan lingkungan yang tidak menghiraukan kelestarian lahan basah, sepatutnya diperhatikan kembali. Mengingat, lahan basah tidak hanya berguna bagi perlindungan dan pelestarian burung air beserta flora-fauna saja. Tetapi juga, mencegah terjadinya bencana alam yang mengancam kehidupan manusia, banjir misalnya.*

Keterangan lebih lanjut, hubungi :

Dwi Mulyawati
Bird Conservation Officer Burung Indonesia
Jl. Dadali No. 32, Tanah Sareal, Bogor
Phone: (0251) 8357 222
Fax: (0251) 8357 961
M: 0812 80196 748
E-mail: d.mulyawati@burung.org

Fahrul P Amama
Communication and Media Relation Burung Indonesia
M: 0815 84287 864
E-mail: fahrul@burung.org

Catatan Untuk Redaktur:

  • News News Release ini diterbitkan Burung Indonesia untuk memperingati Hari Lahan Basah pada 02 Februari setiap tahun. Konferensi Ramsar 2012 diadakan di Bucharest, Rumania.
  • Lahan Basah (Wetland) berdasarkan rumusan Konvensi/Perjanjian Ramsar tahun 1971 di Kota Ramsar, Iran adalah: ”Daerah-daerah rawa, paya, lahan gambut dan perairan, baik alami atau buatan, tetap atau sementara, perairannya tergenang atau mengalir, tawar, payau atau asin, termasuk wilayah perairan laut yang kedalamannya tidak lebih dari enam meter pada waktu air surut.” Luas lahan basah di dunia mencapai 8.558.000 km2 atau lebih dari 6% luas permukaan bumi.
  • Di Indonesia, berdasarkan data BirdLife International (2005), ada 49 lokasi lahan basah sebagai Daerah Penting bagi Burung. Selain penting bagi pelestarian, sejumlah lokasi tersebut merupakan tempat tinggal atau singgahan dari jenis-jenis burung terancam punah dalam jumlah yang signifikan. Rinciannya adalah 1% dari populasi global burung air; 1% dari populasi global burung laut ataupun burung daratan; serta 20.000 burung air atau 10.000 pasang burung laut yang berasal dari satu jenis burung atau lebih.
  • Indonesia memiliki 6 Ramsar Site (Situs Ramsar) yang merupakan kawasan yang ditetapkan untuk melindungi kelestarian dan fungsi lahan basah di dunia. Keenamnya adalah: Taman Nasional Berbak (Jambi), Taman Nasional Sembilang (Sumatera Selatan), Tamam Nasional Rawa Aopa Watumohai (Sulawesi Tenggara), Taman Nasional Danau Sentarum (Kalimantan Barat), Taman Nasional Wasur (Papua), dan Suaka Margasatwa Pulau Rambut (DKI Jakarta).
  • Burung Indonesia adalah organisasi nirlaba dengan nama lengkap Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia yang menjalin kemitraan dengan BirdLife International, Inggris. Burung Indonesia mengarahkan fokus pekerjaan kepada pelestarian jenis-jenis burung yang terancam punah, termasuk berbagai jenis paruh bengkok yang banyak ditangkap dan diperdagangkan secara tidak sah. Dalam melaksanakan upaya pelestariannya, Burung Indonesia memfokuskan diri di kawasan Wallacea, kawasan transisi yang terletak di antara Sunda Besar di sebelah barat dan Papua di sebelah timur.

{jcomments on}

en_US