Indonesia memiliki tujuh jenis kakatua yang memiliki karakter serta keunikan tersendiri. Sayangnya, semua jenis tersebut diburu untuk diperdagangkan. Tak terkecuali kakatua maluku.
Kakatua maluku merupakan jenis kakatua berukuran besar, sekitar 46-52 cm. Bulunya didominasi warna putih bersemu merah jambu. Jambulnya berwarna salem (merah kejinggaan), panjang, dan melengkung ke belakang. Sementara bagian bawah sayap dan ekornya jingga kekuningan. Paruhnya berwarna hitam keabu-abuan dan memiliki lingkar mata putih kebiruan.
Seperti namanya, kakatua maluku endemis Pulau Seram, Ambon, Saparua dan Haruku di Maluku. Namun, sebagian besar populasinya kini hanya tersisa di Seram. Di Ambon kakatua ini hanya tersisa di satu lokasi, sementara di Saparua dan Haruku tidak ditemukan lagi.
“Sayangnya, kakatua maluku masih menjadi sasaran perburuan dan perdagangan,” ujar Jihad, Bird Conservation Officer Burung Indonesia. Padahal, jenis ini termasuk jenis burung yang dilindungi undang-undang berdasarkan Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1999.
Akibatnya, populasi Salmon-crested Cockatoo ini telah mengalami penurunan pesat sejak 1990-an. Penelitian yang dilakukan Margaret Kinnaird pada 1998 menunjukkan bahwa populasi kakatua maluku ketika itu sekitar tujuh ekor/km2. Sementara pada survei yang dilakukan Yan Persulessy pada 2006-2007 memperkirakan kepadatan populasinya hanya tersisa kurang dari satu ekor/km2 dengan luas habitat tersisa sekitar 11.500 km2. Karena itu, badan konservasi dunia IUCN menempatkan jenis ini dalam status Rentan.
Burung pemakan buah-buahan kecil, kacang-kacangan, biji-bijian maupun serangga dan larvanya ini menghuni hutan hujan dataran rendah hingga ketinggian 1.000 meter. Sebagian besar memilih hutan primer dan sekunder di bawah 180 meter, meski sebagian kecil juga ditemukan di daerah bekas tebangan hutan. “Hal ini menggambarkan pentingnya penyelamatan hutan dataran rendah di daerah sebarannya,” tutur Jihad.*