Lahan basah menjadi kawasan yang vital bagi kehidupan makhluk di muka bumi. Area ini memiliki peran sebagai sumber air, pelindung area pesisir, serta penting bagi perikanan dan pertanian. Bahkan, lahan basah turut berperan penting terhadap penyerapan karbon. Meski begitu, kawasan yang menyimpan kekayaan alam yang sangat besar dan penting untuk kehidupan manusia serta keanekaragaman hayati sedang mendapatkan ancaman dari perubahan iklim ekstrem.
Menurut data yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, sekitar enam persen luas permukaan bumi terdiri dari lahan basah atau setara dengan 1,200 juta hektare. Sementara itu, Indonesia memiliki sekitar 40,5 juta hektare atau sekitar 20 persen luas kawasannya berupa lahan basah. Lahan basah di Indonesia mencakup rawa-rawa, hutan bakau (mangrove), dan gambut berperan dalam pengendalian banjir, menjaga kualitas air, habitat keanekaragaman hayati, dan juga menjadi pelindung dari erosi.
Nahasnya, lahan basah yang menyimpan banyak manfaat berada di bibir jurang ancaman perubahan iklim ekstrem. Dampak perubahan iklim dirasakan oleh manusia yang tinggal di lahan basah seperti di kawasan sungai. Perubahan curah hujan dan cuaca memengaruhi sungai dan daerah sekitarnya seperti kekeringan dan juga berkurangnya ketersediaan air bersih. Padahal, lahan basah kerap kali dijadikan komponen untuk memutar roda perekonomian masyarakat.
Musim kemarau yang panjang dan disertai El-Nino turut memperparah kondisi lahan basah. Hal ini menyebabkan lahan basah seperti rawa-rawa dan gambut menjadi semakin kering yang dapat berpotensi untuk menimbulkan kebakaran lahan. Polutan di air juga menjadi semakin meningkat dan mengakibatkan air tersebut tidak dapat dikonsumsi oleh manusia.
Burung-burung air di area mangrove di Gorontalo (Dok: Burung Indonesia/Made Chandra)
Meskipun Indonesia tergolong surganya burung air, akan tetapi hidup mereka menghadapi ancaman. Lahan basah alami Indonesia terus menyusut akibat alih fungsi menjadi lahan pertanian, permukiman, atau tambak. Lahan basah dianggap kurang produktif dan kurang bermanfaat. Padahal, lahan basah memiliki fungsi ekologis yang menjaga keseimbangan ekosistem daratan maupun perairan, baik itu habitat ataupun kehidupan tumbuhan dan satwanya.
Perubahan kondisi lahan basah juga akan berdampak besar bagi keanekaragaman hayati yang menggantungkan hidup di ekosistem tersebut. Pasalnya, sekitar 40% spesies tumbuhan dan hewan di dunia bergantung pada lahan basah. Indonesia sendiri menjadi salah satu area penting untuk burung air pendatang atau penetap. Hutan bakau atau mangrove menjadi salah satu lahan basah favorit burung-burung untuk bersarang, mencari makan, dan berlindung dari predator. Cangak (Ardea sp.), bangau (Ciconidae), atau pecuk (Phalacrocoracidae) merupakan jenis burung yang sangat menyukai kawasan mangrove sebagai tempat bersarangnya.
Jika ekosistem di lokasi terganggu, maka akan memberi efek domino pada satwa lain. Sebagai contoh, jika kualitas air di suatu lahan basah mengandung polutan yang tinggi, akan berefek pada spesies yang hidup di dalamnya yang juga menjadi sumber makanan bagi hewan lain seperti burung. Jika hal ini terus terjadi, lambat laun akan memberikan dampak yang lebih besar lagi bagi satwa lain dan juga manusia.