Skip to content Skip to footer

Ragam Hayati di Hutan Lolobata

Jerit gosong kelam Megapodius freycinet laksana jam beker alam menyadarkan kami bahwa fajar telah tiba. Kami pikir, inilah saat yang tepat untuk bergerak. Menelusuri blok Sungai Lolobata, areal hutan produksi eks HPH PT. Nusa Padma yang terletak di Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara.

Hanom Bashari, Biodiversity Analyst Burung Indonesia sekaligus anggota tim survei, bergegas memantau jaring kabut yang telah dipasangnya. Dengan senyum mengembang ia amati seekor burung yang menggantung dalam jaring tersebut. “Kehicap kacamata Monarcha trivirgatus” gumamnya lirih, menyebut nama jenis burung yang tubuhnya didominasi warna hitam keabuan sementara leher dan bagian dadanya bercorak oranye terang.

Bagi Hanom, persoalan menghafal burung bukanlah barang baru. Secara berkala, ia menelisik keragaman burung yang ada di penjuru Pulau Halmahera. Tidak mengherankan, bila beberapa jenis burung yang ada di wilayah ini dengan mudahnya ia identifikasi.

Begitu juga dengan Awal Riyanto, ahli herpetofauna LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) yang begitu semangat saat survei. Menurut Awal, koleksi reptil dan amphibi dari Halmahera di laboratorium masih sedikit. Karena itu, ia bertekad akan membongkar batu atau mengorek serasah guna mencari ular, katak, tokek dan binatang melata lain yang berada di persembunyian.

Hanom dari awal tidak sendiri. Bersama peneliti LIPI seperti Prof. Dr. Tukirin Partomihardjo, ahli ekologi hutan; Asep Sadeli, ahli botani; dan Yuli S. Fitriyana, ahli mamalia, mereka melakukan survei keanekaragaman hayati seluruh taksa. Tim kecil ini berupaya mengumpulkan informasi ragam hayati melalui metode pemasangan jebakan untuk herpetofauna dan mamalia kecil, jaring kabut untuk burung dan kelelawar, serta transek dan pengambilan spesimen herbarium untuk vegetasi.

Ragam hayati

Untuk mengakses kawasan yang terakhir kali diusahakan tahun 1997 ini, kami harus menempuh perjalanan darat dan laut. Titik awalnya adalah Ternate, lalu ke Sofifi, ibukota baru Provinsi Maluku Utara, yang dengan speedboat ditempuhsekitar 45 menit. Dari sini, perjalanan dilanjutkan ke Tobelo, ibukota Halmahera Utara sekaligus kota terbesar kedua di Maluku Utara setelah Ternate, melalui jalan darat selama 4 jam. Terakhir, perjalanan dilanjutkan menggunakan speedboat menuju Desa Iga yang termasuk dalam Kecamatan Wasile Utara, Kabupaten Halmahera Timur dengan memotong Teluk Kao.

Meski telah ditinggal 13 tahun, secara umum kondisi hutan Lolobata masih memperlihatkan proporsi seimbang antara hutan primer dengan yang terdegradasi. Menurut Tukirin, peneliti yang telah berkarir lebih dari 30 tahun, hutan Lolobata kaya akan jenis palem, sagu, pinang dan woka, sehingga berpotensi memberikan sumber penghidupan bagi masyarakat lokal. Total jenis pohon yang teridentifikasi sekitar 185 jenis yang terdiri dari 117 marga dan 57 suku. Termasuk didalamnya jenis pohon dilindungi yang terdaftar dalam lampiran II CITES seperti Gaharu Aquilaria filaria dan Ramin Gonystylus macrophyllus.

Untuk burung, tercatat 68 jenis burung yang berasal dari 31 suku. Tercatat sedikitnya 17 jenis endemik Maluku Utara yang dua jenis di antaranya endemik Halmahera. Merpati-merpatian atau Columbidae merupakan jenis terbanyak dijumpai (12 dari 17 jenis), disusul paruh bengkok atau Psittacidae(7 dari 9 jenis), serta kelompok suku kepudang-sungu atau Campephagidae (6 dari 8 jenis). Tingginya populasi kelompok merpati-merpatian yang dikenal sebagai pemencar biji ini sangat penting dalam proses regenerasi hutan.

Hal yang menarik adalah salah satu keluarga bidadari yaitu bidadari halmahera Semioptera wallacii yang dikenal dengan keindahannya, merupakan jenis dengan kategori melimpah di sini. Potensinya tentu saja sangat baik untuk dikembangkan sebagai site tujuan wisata minat khusus pengamatan burung (birdwatching), disamping juga memromosikan keindahan alam dan potensi air terjun yang ada.

Sedangkan mamalia, teridentifikasi sebanyak 14 jenis yang berasal dari 6 suku yaitu 2 jenis ungulata, 2 jenis karnivora, satu jenis pengerat/rodentia, dan satu jenis mamalia arboreal. Sekitar 8 jenis kelelawar berhasil teramati yang seluruhnya merupakan jenis pemakan buah. Survei juga mendapatkan sampel tikus marga Rattus, jenis yang berkandidat undiscribed atau belum pernah dideskripsikan sebelumnya.
Bagaimana dengan amphibi dan reptil? Tercatat 9 jenis amphibi dari 6 suku yang 3 jenis di antaranya merupakan jenis endemik Maluku Utara. Reptil sendiri terdapat 22 jenis dari 7 suku: 1 jenis terancam punah dan 6 jenis merupakan endemik Maluku Utara.

Meski kaya ragam hayati, Tukirin menjelaskan bahwa kondisi tanah berbatu karang yang ada di Lolobata memiliki tingkat kesuburan yang rendah dengan humus tipis. Asupan unsur haranya banyak berasal dari serasah atau hasil urai biota tanah.

Bila tutupan hutan hilang dipastikan unsur hara cepat tersapu limpasan sehingga air tidak lagi terserap tanah. Akibatnya, risiko banjir saat penghujan dan kekeringan pada kemarau makin meningkat. “Sudah sepatutnya, kekayaan hutan hayati di Lolobata yang bermanfaat bagi masyarakat lokal serta sebagai wilayah jelajah komunitas Tobelo Dalam, yang hidupnya belum menetap (nomaden), dipertahankan dan dipulihkan kembali” lanjut Tukirin.* (M. Muslich/Burung Indonesia)

{jcomments on}

en_US