Skip to content Skip to footer

Kepala anti goncangan ala burung pelatuk

urung pelatuk adalah salah satu contoh luar biasa dari kehebatan alam dalam menciptakan adaptasi yang luar biasa. Burung ini berasal dari suku Picidae dan tersebar luas di seluruh dunia kecuali Australia, Selandia Baru, Madagaskar, dan wilayah kutub. Di Indonesia, terdapat spesies pelatuk-kelabu besar yang kini terancam punah dan memiliki status Rentan (Vulnerable). Spesies ini dilindungi oleh undang-undang, mengingat pentingnya peran mereka dalam ekosistem dan risiko kepunahan yang mereka hadapi.

Salah satu ciri khas burung pelatuk adalah kemampuannya mematuk pohon dengan kecepatan dan frekuensi tinggi. Berdasarkan penelitian, burung ini mampu mematuk pohon keras sebanyak 38 hingga 43 kali dalam waktu 2,10 hingga 2,69 detik, dengan kecepatan mencapai 40 km/jam. Setiap kali mematuk, otak burung pelatuk mengalami gaya kelembaman sekitar 10G. Bayangkan, burung pelatuk hitam bisa mematuk pohon antara 8,000 hingga 12,000 kali setiap harinya tanpa mengalami cedera sedikit pun.

Kehebatan burung pelatuk terletak pada struktur kepalanya yang unik. Tengkoraknya dilengkapi dengan sistem peredam guncangan yang luar biasa efektif. Ada jaringan pelembut khusus di antara tulang-tulang tengkoraknya yang bertindak seperti suspensi, membantu mengurangi dan menyerap guncangan akibat gerakan mematuk. Ini berarti otak burung tidak mengalami kerusakan meskipun terkena dampak berulang kali dengan kekuatan besar.

Suara caladi tilik saat memanggil dan mematuk

Para ilmuwan telah lama tertarik pada kemampuan luar biasa ini. Mereka menemukan tiga faktor utama yang melindungi burung pelatuk dari cedera. Pertama, struktur tulang hyoid yang mengelilingi tengkorak dan bertindak sebagai “sabuk pengaman” setelah dampak awal. Kedua paruh asimetris yang mengurangi beban pada otak dengan menyalurkan gaya dari ujung paruh ke dalam tulang. Ketiga plat tulang dengan struktur spons di berbagai titik pada tengkorak yang mendistribusikan kekuatan benturan, melindungi otak dari guncangan.

Struktur kepala burung pelatuk telah menginspirasi berbagai inovasi teknologi, terutama dalam merancang pelindung kepala untuk manusia. Para ilmuwan dari Universitas California, Berkeley, menemukan empat struktur utama yang mampu menyerap guncangan mekanis; paruh keras tetapi elastis, otot dan struktur lidah kenyal (hyoid), jaringan lunak berongga (spons) di tengkorak, serta cara tengkorak dan cairan cerebrospinal berinteraksi untuk menekan getaran. Penelitian ini memberikan wawasan yang berharga dalam merancang helm yang lebih efektif dan peredam kejut mekanis.

Perilaku dan adaptasi burung pelatuk memberikan banyak inspirasi. Selain menjadi tokoh animasi yang jenaka, burung pelatuk juga menjadi model dalam pengembangan teknologi pelindung kepala dan sistem peredam guncangan. Alam selalu menawarkan banyak pelajaran dan solusi inovatif jika kita mau belajar dan mengamati. Jumlah pelatuk-kelabu besar terus menurun akibat hilangnya habitat dan perburuan liar. Upaya konservasi yang serius dan berkelanjutan diperlukan untuk melindungi spesies ini dari kepunahan. Perlindungan habitat dan pengawasan ketat terhadap perburuan liar adalah langkah-langkah penting yang harus diambil untuk memastikan kelangsungan hidup burung ini.

Ilustrasi yang menunjukkan tulang hyoid Dendrocopos major.
Sumber: Woodpecker. (2024, June 24). In Wikipedia.
Search

Burung Indonesia adalah anggota kemitraan global BirdLife International
© 2022 Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia (Burung Indonesia)

id_IDIndonesian