Perkici buru adalah burung endemis Pulau Buru yang misterius. Pertama kali ditemukan oleh seorang ahli entomologi kelahiran Tuban bernama Lambertus Johannes Toxopeus. Ia seorang guru dengan segudang pengalaman di lapangan, khususnya saat mengikuti Archbold Expedition ke Papua Nugini pada 1938. Namanya diabadikan untuk nama latin perkici buru (Charmosyna toxopei).
Toxopeus merupakan orang pertama yang berjumpa dan mengambil spesimen perkici buru yang masih banyak menyisakan misteri hingga saat ini. Pasalnya, populasi jenis ini belum teridentifikasi secara pasti selama bertahun-tahun, meskipun sejumlah survei sempat berlangsung. Kemungkinan besar, populasinya sangat kecil dan terus menurun karena kualitas dan luasan habitatnya semakin berkurang.
Menurut Taxopeus, jenis ini memiliki sebaran populasi yang sangat terbatas—kemungkinan hanya tersebar di tepian sungai bagian barat Dataran Tinggi Rana—sebab nama lokal perkici buru (utu papua) di kawasan ini tidak diketahui oleh masyarakat di bagian lain Pulau Buru.
Pencarian secara intensif sempat dilakukan oleh Burung Indonesia (BirdLife International-Indonesia Programme) pada 1995 di Gunung Kelapat Mada dan Danau Rana, dan pada 1996 di Pulau Buru bagian tengah arah timur laut serta di Teluk Kayeli. Jejak informasi yang tercecer saat itu hanya berasal dari dua pemburu yang melaporkan sempat menangkap burung yang dimaksud sebagai santapan saat sedang berada di sekitar Danau Rana arah timur laut.
Nama utu papua hanya diketahui oleh masyarakat yang bermukim di tepian Danau Rana bagian barat. Berdasarkan pangkalan data BirdLife International mengenai burung-burung terancam punah di Asia, pada dekade 1990-an, masyarakat di tepian bagian barat Danau Rana mengatakan perkici buru kerap terlihat sedang memakan nektar dan serbuk sari dari pohon-pohon yang berbunga. Dilaporkan juga, jenis ini cukup umum ditemukan di pegunungan antara desa mereka dan Danau Rana, tak jauh dari area yang Taxopeus deskripsikan.
Catatan pertemuan dengan perkici buru yang sangat sedikit (untuk tidak mengatakan nihil) selama bertahun-tahun, membuat besaran populasi jenis ini cukup sulit untuk diperkirakan. Menurut informasi yang dilansir Badan Konservasi Dunia (IUCN), pada November 2014 dua individu perkici buru berhasil terpotret. Hal tersebut mengindikasikan populasinya yang sangat kecil, dan penurunan luasan dan kualitas habitatnya masih terus berlangsung. Atas alasan ini, IUCN menempatkan perkici buru sebagai jenis burung berstatus kritis (Critically Endangered-CR) bersama 27 jenis burung lainnya yang berada di Indonesia.
Unduh wallpaper perkici buru pada tautan berikut ini: perkici buru
***
Penting untuk diketahui: Dari sekitar 10,000 jenis burung yang ada di dunia, Indonesia merupakan rumah bagi 1,769 jenis burung liar. Mengetahui beragam jenis burung beserta jasa lingkungannya merupakan salah satu cara menghargai kekayaan keanekaragaman hayati di Indonesia.