Semiloka “Inisiatif Perlindungan Kehati dan Pengelolaan Sumber Daya Alam Lestari di Sahendaruman” menjadi langkah awal proyek “Protecting Mt. Sahendaruman” di Kabupaten Kepulauan Sangihe. Kegiatan semiloka ini bertujuan untuk menyampaikan atau menyebarkan luaskan capaian yang telah dilakukan dan kegiatan yang sedang berlangsung di sepuluh kampung di sekitar hutan lindung Sahendaruman, serta membuka atau memperkenalkan rencana perluasan kegiatan di 12 kampung dampingan baru bersama Rainforest Trust, yaitu Kampung Kulur I, Karatung I, Karatung II, Pelelangeng, Sesiwung, Belengang, Bowongkali, Dagho, Menggawa II, Binala, Barangkalang, dan Miulu.
Melalui semiloka, sebelas pemerintah kampung dampingan mengatakan bersedia untuk bekerja sama dan berkolaborasi dengan Burung Indonesia. Menindaklanjuti hasil semiloka, pemerintah kampung meminta Burung Indonesia melakukan sosialisasi awal bersama seluruh masyarakat di masing-masing kampung. Hingga akhir Desember 2023, telah dilakukan sosialisasi awal di sepuluh dari 12 kampung dampingan yang dihadiri perangkat kampung, Majelis Tua-Tua Kampung (MTK), lembaga pemberdayaan masyarakat, perwakilan tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda, tokoh perempuan, serta perwakilan masyarakat petani/penggarap lahan.
Dinamika sosialisasi
Pada tahap sosialisasi ini, Burung Indonesia mulai memperkenalkan program yang akan dilaksanakan dalam kurun waktu lima tahun ke depan. Peserta yang hadir dalam sosialisasi mewakili aparat kampung dan masyarakat. Sempat terjadi kesalahpahaman di beberapa kampung karena masyarakat berharap mendapatkan “uang duduk” dari kegiatan sosialisasi tersebut. Namun setelah dilakukan komunikasi akhirnya mereka dapat mengerti dan bersedia diadakan kegiatan sosialisasi.
Setiap kampung memiliki respon yang beragam terkait program yang dipaparkan. Mereka sangat tertarik dengan informasi jenis-jenis burung endemis yang ada di Sahendaruman, dan sudah tumbuh kesadaran untuk melindunginya. Kemudian mengenai pembahasan hutan lindung, masih banyak dari masyarakat yang belum memahami terutama terkait batas-batasnya. Selain itu masih terdapat masyarakat yang mengelola lahan di hutan lindung. Dengan adanya sosialisasi ini masyarakat kemudian mempertanyakan apakah mereka masih mendapatkan izin untuk mengelola hutan lindung. Sedikit penjelasan tentang perhutanan sosial kemudian dapat menjadi solusi dan menjawab pertanyaan masyarakat yang masih ingin mengelola hutan lindung.
Kenapa masyarakat bersedia?
Setelah dilakukan sosialisasi terkait program yang akan dilaksanakan dan juga program yang telah dilaksanakan di sepuluh kampung sebelumnya, masyarakat menjadi sangat antusias dan tertarik. Banyak hal yang mereka butuhkan diharapkan dapat terwujud dengan adanya program dari Burung Indonesia, di antaranya kegiatan permakultur, pembuatan pupuk organik, dan pengelolaan hutan lindung dengan skema perhutanan sosial. Masyarakat juga bersedia menerima program dari Burung Indonesia karena dinilai selaras dengan keinginan pemerintah kampung untuk membasmi perburuan liar sehingga dapat menjaga kelestarian alam.
Persetujuan tanpa paksaan Dari hasil sosialisasi yang dilakukan kemudian muncul kesepakatan yang dituangkan dalam berita acara dan ditandatangani oleh perwakilan dari masyarakat dan pemerintah kampung. Dalam berita acara tersebut mencakup informasi terkait materi sosialisasi yang disampaikan berupa pengenalan organisasi, pengenalan program, tim yang bertanggung jawab, serta pernyataan dari masyarakat bahwa mereka telah memahami secara jelas latar belakang kegiatan program, rencana kegiatan, tim pelaksana, serta potensi dampak positif dan negatif program. Dengan pemahaman tersebut, masyarakat di sepuluh kampung memberikan persetujuan kepada tim Burung Indonesia untuk melaksanakan kegiatan dan siap bekerja sama tanpa paksaan dalam pelaksanaan kegiatan tersebut.